Tuesday 31 May 2011

PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL (PENGESTU)


oleh: Alex Nanang Nanang Agus Sifa
(Tugas mata kuliah Aliran Kepercayaan & Kebatinan di Indonesia semester 3) 

Wahyu pangestu; antara ada dan tiada
Dalam Serat Sesangka Jati diterangkan oleh pengarangnya bahwa Pangestu telah diwahyukan pada tanggal 14 Februari 1932 kepada R. Soenarto Mertowerdoyo di Solo, kira-kira jam 17.00 WIB. Ia menurut ceritanya menerima wahyu, rasanya sebagai terlena antara ada dan tiada, lalu ada suara dalam hati, ketika sedang shalat diam.
Wahyu yang diterima dinamakan pepadang dan tuntunan dan harus diterima dengan mata mendelik ke atas. Wahyu itu berasal dari Sukma Kawekas. Wahyu itu diterima dan dibawa oleh Sukma Sejati, R. Soenarto Mertowerdoyo. Ia diperintah untuk menyebarluaskan ajarannya sehingga meliputi dunia.
Wahyu Pangestu yang dikumpulkannya dalam buku Serat Sasangka Jati iru diperolehnya dengan usaha, sehingga menvapai derajat kejiwaan yang  ingin dicapai dengan susah payah oleh penerimanya. Maka penerima derajat kejiwaan ini oleh pangestu disebut  sebagai wahyu, Pepadang, Suksma Sejati kesadaran hidup. Sabda, sedangkan metode untuk mendapatkan wahyu diajarkan dalam Serat Sasangka Jati.[1]
Persatuan untuk manunggal
            Paguyuban Ngesti Tunggal berarti persatuan untuk dapat manunggal. Maka titik pencapaian yang terakhir dari ajarannya adalah “bersatunya pengikutnya dengan Suksma Kawekas sehingga abadi keharibannya.
Pertemuan Pangestu; olah rasa
            Untuk menjadi anggota Pangestu seseorang harus memenuhi persyaratan, diantaranya (harus) berumur 17 tahun ke atas, harus menjalankan ajaran yang tercantum dalam Serat Sasangka Jati, harus menandatangani buku Prasetia Suci dan tanda anggota, dalam suatu acara yang telah ditentukan untuk itu.
            Maka anggota baru dapat mengikuti pertemuan Pangestu yang disebut juga olah rasa atau Bawa Rasa, yang acaranya terdiri dari:
1.      Sesanti (pembukaan), diucapkan: semoga kesejahteraan, ketenteraman dan kebahagiaan selalu meliputi saudara para warga Pangestu, karena sih, tuntunan, pepadang dan lindungan sang guru sejati.
2.      Syahadat Pangestu, mengucapkan pengakuan dosa.
3.      Intisari Penembah, mengucapkan pengakuan dosa.
4.      Pangesti Pertama, doa untuk penerangan.
5.      Pembacaan Pustaka Suci, membaca sasangka jati atau ajaran-ajaran dari serat suci.
6.      Uraian, penjelasan tentang apa yang baru dibacakan.
7.      Mengupas persoalan dan pengalaman.
8.      Tanya jawab.
9.      Berita organisasi.
10.  Menembah untuk kesejahteraan Negara.
Mengucapkan doa yang ditutup dengan ucapan Satuhu yang artinya sama dengan amin.[2]

Tuhan bagi pangestu tidak bersifat
            Dalam serat sasangka jati cetakan III terbitan Pangestu Surakarta 1964, halaman 107 dinyatakan, bahwa Tuhan bagi Pangestu tiada yang bersifat dan tiada yang disifatkan kepadanya, tiada maut atau hidup, tetapi meliputi segala sesuatu, namun immaterial.
Aspek tiga Tuhan Pangestu; Tripurusha
            Tuhan Pangestu itu walaupun disebutnya Tuhan Yang Maha Esa, tetapi terdiri dari tiga face yang disebut tripurusha:
1.      Suksma Kawekas (Tuhab Yang Maha Sejati)
2.      Suksma Sejati (Panutan sejati, penuntun sejati, guru sejati, utusan sejati)
3.      Ruh Suci (manusia sejati), ialah jiwa manusia sejati[3]
Keterangan lain tentang tripurusha ialah bahwa Suksma Kawekas yaitu Suksma Yang Mulia adalah yang menguasai hidup, Suksma Sejatilah sebenarnya yang menghidupkan, sedangkan ruh suci ialah dihidupkan itulah ruh Allah atau jiwa manusia. Ringkasnya, tripurusha yang menguasai hidup, yang menghidupkan, yang dihidupkan.[4]
Ketetapan Pangestu Tentang Persamaan Tuhan
            Suksma Kawekas sebagai face pertama (Tuhan, hidup dalam keadaannya yang tenang dan statis secara mutlak, tak bergerak, tenteram, disamakan dengan air gelombang yang tenang tanpa gelombang.
            Suksma Sejati sebagai face kedua Tuhan, disebutnya juga cahaya Tuhan yaitu dinamakannya Nur Muhammad. Nur Muhammad adalah sama dengan Nur Zat Tuhan atau cahaya hakikat Tuhan. Nur Muhammad itu disebutnya juga sama dengan sang putra dalam agama Kristen. Jadi hakikat Yesus (sejatining Yesus) adalah hakikat Muhammad (sejatining Muhammad). Hakikat anak Tuhan adalah hakikat Yesus, yang tiada bentuk, tiada warna dan tiada dilahirkan serta tak dapat dibinasakan sebab ia kekal adanya.
Kehendak Tuhan Pangestu Pernah Terhenti
            Yang menyebabkan kehendak Tuhan dari aliran Pangestu terhenti ialah sewaktu akan menurunkan Roh suci, yaitu manusia sejati, padahal dunia besar makrokosmos belum diciptakan.
Firdaus Istana Tuhan Pangestu
            Firdaus menurut keterangan Pangestu dulunya adalah tempat kediaman adam dan hawa. Firdaus itu adalah alam Tuhan sejati atau istana Tuhan Pangestu. Disitulah kehendak Tuhan Pangestu itu terhenti, sebagai itsbat Tuhan ketika berkehendak menurunkan roh suci, padahal belum ada wadahnya.
            Adam dijadikan di surge, itu adalah itsbat kehendak (Tuhan Pangestu). Hawa itu itsbat dari Sir, yaitu aku (insan). Sirullah, yaitu suksma sejati yang menyatakan kehendak Tuhan Pangestu. Kejadian hawa dari tulang rusuk kiri yang terakhir dari adam, berarti hawa sempalan (pecahan) dari adam, maksudnya ialah aku sempalan dari Tuhan Pangestu. Jadi adam dan hawa itu hanya simbolik; sebagai Allah bapak dan anak atau suksma kawekas dan suksma sejati. Tuhan Pangestu menjadikan alam fana, maka simboliknya terletak pada cerita; penciptaan hawa dari tulang rusuk adam.[5]
Empat Anasir Permualaan
            Pangestu berfilsafat bahwa anasir permulaan itu ada empat, terdiri dari swasana, api, air, dan bumi. Sebab-sebab terjadinya empat anasir itu ialah itu ialah karena Suksma Kawekas, keluar dari pada-Nya bagaikan pelita dan asapnya.
Kesadaran Roh Suci akan Tripurusha; Pengakuan Iman
            Kesadaran roh suci akan tripurusha, menurut Pangestu adalah pengakauan iman. Hal itu berlangsung sebelum roh suci memasuki anasir yang empat; swasana, api, air dan bumi. Teks pengakuan iman Pangestu itu berbunti sebagai berikut:
Suksma Kawekas tetap menjadi sembahanku yang sejati. Adapun suksma sejati tetap menjadi utusan Tuhan yang sejati dan menjadi pemimpin dan guruku yang sejati. Hanya suksma kawekas sendirilah yang menguasai alam beserta seluruh isinya. Hanya suksma sejati sendiri yang memimpin semua hamba segala kuasa, yaitu kuasa suksma kawekas, ada di tangan suksma sejati. Adapun hamba berada di dalam kuasa suksma sejati.”[6]
Tujuh Perlengkepan Tubuh; logos dan nafsu
            Eksistensi manusia menurut ajaran Pangestu di samping tubuh jasmani dan panca indera juga diberi perlengkapan-perlengkapan, yaitu logos dan nafsu-nafsu. Logos itu terdiri dari tiga bagian dan jumlah nafsu ada empat.
            Logos yang terbagi dari tiga bagian itu adalah:
1.      Kemayan, disebut juga pengerti sebagai bayangan suksma kawekas dalam diri manusia.
2.      Prabawa, disebut juga nalar sebagai bayangan suksma sejati dalam tubuh manusia.
3.      Cipta, atau pikiran sebagai bayangan roh suci dalam tubuh manusia, disebut juga pangrabiwa.
Ketiga-tiganya itu adalah angan-angan menurut pangestu, atau disebut juga ego manusia, sedangkan roh suci disebutnya super ego. Ketiganya ada dalam jasmani manusia terikat bagaikan bayangan tripurusha dalam tubuhnya, semacam bayangan surya dalam jambangan yang berisi air.
Perlengkapan jasmani yang disebutnya nafsu terdiri dari empat nafsu:
1.      Nafsu lawwamah, bertempat dalam daging berasal dari bumi (salah satu unsure mula).
2.      Nafsu amarah, bertempat dalam darah berasal dari api (salah satu unsure dari mula).
3.      Nafsu sawwiyah, bertempat di tulang punggung berasal dari air (salah satu unsure dari mula)
4.      Nafsu muthmainnah, bertempat dalam nafas berasal dari anasir hawa (salah satu dari anasir mula juga).[7]
Ke empat anasir itu dapat ditaklukkan dan dipeintahkah oleh angan-angan (kemauan, prabawa, pangaribawa) atau logos tadi.[8]
Reinkarnasi sampai kelahiran yang ketujuh
            Apabila ego diombang-ambingkan oleh nafsu-nafsu, hidup tanpa amal kebaikan menurut ajaran pangestu, apabila ia mati, maka orang itu akan takluk kembali kepada kelahiran yang berulang tetapi hanya sampai tujuh kali. Ia berada terus di alam kafirun, akhirnya akan dibakar bersama-sama dengan iblis dan akan tergolong jahat yang tidak mengakui adanya Tuhan. Cara-cara reinkarnasi adalah sebagai berikut:
Orang yang pertama kali hidup di dunia, ia merasa canggung dan berbuat banyak kesalahan. Lalu akan mati memasuki alam kafirun, yang dibangun dari tujuh bagian kegelapan. Ia berada disitu sampai ia menyesali dosa-dosanya. Setelah menyesal, maka ia dibawa mendekati surge, tempat pemeriksaan kesuciannya. Ia boleh memilih reinkernasi atau masuk alam kegelapan.
            Bila ia memilih reinkarnasi, maka Tuhan Pangestu itu memberi ketetapan mutlak, sebagaimana dulunya waktu ia lahir untuk pertama kali; rencana jalan hidupnya di dunia, jadi kaya atau miskin untuk itu pula ia diberi kecakapan untuk melakukan tugas dan cara-cara dapat melakukan tugas tersebut.
            Barang kali setelah mengetahui rencana kehidupannya mendatang yang telah ditetpkan secara paksa oleh Tuhan Pangestu itu ia merasa ngeri menghadapi kesengsaraan yang akan dialaminya. Tetapi apa boleh buat suatu faith a comply, ia tidak dapat menarik kembali kesediaannya untuk reinkarnasi itu, maka berlakulah apa rencana Tuhan Pangestu itu.
Pengikut Pangestu; Keselamatan Menjadi Tuhan
            Nafsu-nafsu menurut pangestu harus ditaklukkan, tanpa mengubris ibadah, maka pengikut pangestu akan selamat. Taraf keselamatan itu bisa di dunia yang berarti menjadi Tuhan kecil, barulah setelah mati menjadi Tuhan, yaitu menjadi Tuhan Pangestu sendiri.
            Adapun jika sudah dapat menyelamkan maya ke dalam keadaan hening-hening atau memadamkan maya, di situ lalu tiada murid dan guru, karena sudah satu dengan Tuhan, tetapi masih saja disebut Tuhan kecil, sebab masih berada di dunia kecil.
            Keselamatan tertinggi lain lagi:
            Adapun kamu akan kembali kepada Tuhan, karena kamu akan diturunkan dari istana Tuhan, kamu akan masuk istana Tuhan dan kamu akan menjadi Tuhan oleh karena kamu sudah berada di istana Tuhan.
            Untuk dapatnya pengikut pangestu menjadi Tuhan itu harus memakai perantara, tidak bisa langsung sendiri. Perantara itu ialah Suksma Sejati sebagai utusan Tuhan Pangestu. Itulah menurut kepercayaan Pangestu disebut Nur Muhammad atau sang putra anak, yaitu kristus.[9]
Aqidah Pangestu; Hasta Sila dan Paliwara
Kumpulan wahyu dalam Pangestu dinamakan Sasangka Jati, yang tersusun dari tujuh buku:
1.      Buku I       : Hastha Sila (Sila yang delapan)
2.      Buku III    : Paliwara (larangan-larangan)
3.      Buku III    : Gumelarimg Dumadi (terhamparnya alam)
4.      Buku IV    : Tunggal Sabda (satu perkataan)
5.      Buku V     : Dalan Rahayu (jalan keselamatan)
6.      Buku VI    : Sangkan Paran (Asal dan tujuan)
7.      Buku VII  : Penembah Ubudiyah.[10]
Hasta sila artinya delapan nilai kesusilaan, terdiri dari trisila dan pancasila pangestu. Paliwara ialah larangan.
            Trisila ajaran Pangestu ialah sebagai berikut:
            Kesanggupan besar yang perlu sekali dijalankan setiap hari ialah: ingat, percaya (piyandel), taat.
            Ingat, ialah pengikut pangestu harus sadar senantiasa akan adanya tripurusha. Percaya, ialah kepercayaan pengikut pangestu kepada suksma sejati sebagai pimpinan sejati, berfungsi sebagai tali pengikat hubungan antara  pengikut pangestu dengan suksma sejati. Taat, ialah ketaatan pengikut pangestu kepada sabda suksma kawekas dengan suksma sejati. Segala perbuatan atas nama Suksma Sejati (semacam basmallah bagi umat islam).
            Pancasila ajaran pangestu sebagai berikut:
            Agar kamu dapat sempurna melaksanakan kesanggupan perkara tadi, kamu wajib berusaha dapat memiliki watak atau kelakuan baik lima hal yaitu: rela, narima, temen, sabar dan budiluhur.
            Rela ialah kesediaan pengikut pangestu untuk berkurban dan menyangkal diri dimana tidak lagi dibelenggu oleh segala yang fana atau yang berubah, karena semua berada pada kekuatan Suksma Kawekas.
            Narima adalah sikap mental yang menerima apa saja yang terjadi atas diri pengikut pangestu.
            Temen yaitu jujur. Pengikut pangestu merasa terikat akan janji yang telah dijanjiakan, baik janji yang telah diucapkan atau belum.
            Sabar ialah sikap tabah pengikut pangestu dalam menghadapi  segala cobaan, tidak lekas marah dan tidak pula berusaha menonjolkan diri.
            Budiluhur ialah pengikut pangestu menerima terang dari Suksma Sejati  dalam angan-angan dan memiliki sifat Suksma Kawekas kasih sesama insan, suci, adil dan sebagainya.
            Lima larangan yang disebut paliwara yaitu terdiri dari:
            Janganlah kamu menyembah kepada (siapapun) selain Allah (Suksma Kawekas). Berhati-hatilah terhadap perihal syahwat. Jangan makan atau mempergunakan makanan yang memudahkan rusaknya badan. Taatlah kepada undang-undang Negara dan peraturannya. Jangan bercekcok.[11]
Ubudiyah Pangestu
            Waktu penembah ada dua, yaitu; penembah waktu senja sebanyak tiga rakaat sedang penembah waktu fajar empat rakaat. Caranya mula-mula bersuci dengan mandi. Di dalam mandi mengucapkan bacaan-bacaan tertentu, setelah itu dilakukan:
1.      Menghadap ke barat, berarti bertujuan satu, yaitu menyembah yang Maha Esa.
2.      Berdiri tegak, mengandung arti bahwa Tuhan itu ada dan Esa, tetap sabda-Nya dan dan tegak keadilan-Nya.
3.      Mengangkat tangan mengandung arti membesarkan Tuhan.
4.      Bersedekap dan membungkukkan kepala mengandung arti berserah diri kepada Tuhan.
5.      Membungkukkan badan mengandung arti menyerahkan diri kepada Suksma Sejati.
6.      Bersujud mengandung arti berbakti dan memohon perlindungan kepada Tuhan.
7.      Duduk bersimpuh mengandung arti menindas hawa nafsu.
8.      Berdzikir dengan bacaan Hu Allah berulang kali.
9.      Berpaling ke kiri berarti menghindari dosa.
10.  Berpaling ke kanan berarti pindah kepada perbuatan kebaikan.[12]
Dapat dikatakan dalam perbadatan pangestu tidak ada kegiatan fisik yang nyata. Peribadatannya lebih dititikberatkan kepada kegiatan ruhani sebagai realisasi dari pengakuan iman pangestu, yaitu kesadaran roh suci akan tripurusha.
            Penembah (doa atau kebaktian alah pangestu) secara bertingkat sesuai hirarki; ego manusia menyembah kepada roh suci, Suksma Sejati dan Suksma Sawekas. Pernembah itu ada tiga tahap: penembahing atau penembah ego, yaitu penembah raga terhadap roh suci. Penembah roh suci terhadap Suksma Sejati. Penembah Suksma Sejati terhadap Suksma Kawekas. Semua penembahan itu dilakukan dalam angan-angan belaka. Dalam penembah ua menerima “firman sabda” dari Tuhan Pangestu.
            Penembahan tingkat ketiga pengikut pangestu bisa menvapai gelar guru. Ini berarti ia telah mencapai sifat Tuhan Pangestu. Seterusnya ia bisa mencapai tingkatan Zat Tuhan Pangestu, maka bertunggalah ia dengan Tuhan Pangestu.
            Budi darma, yaitu (mempunyai) perasaan belas kasih sesama makhluk. Seterusnya penekanan nafsu, berlatih diri menukik ke dalam ruhani sendiri, makin lama makin dalam, menguasainya lalu mengosongkan diri, dan berserah diri sehingga setiap rangsangan sampai kepada yang sehalus-halusnya yang berarti gangguan.
            Selanjutnya kalau sudah demikian, barulah mencapai tingkat budi luhur, yaitu kesadaran sejati akan Tripurusha, pengikut pangestu berada pada Rahsa Jati.
            Di dalam bagian terdalam dari manusia terdapat serambi tripurshaa, sebagai suatu lambang pintu asensoris (yang tanpa penginderaan), dimana kesadaran berada tanpa merasakan tubuh jasmani dan tanpa bergantung kepadanya, sehingga kesadaran itu juga tiada dibatasi oleh benda atau hal-hal yang jasmaniah.
            Itulah ajaran pangestu yang memang aneh-aneh menurut akal yang sehat. Namun orang-orang yang tidak mengetahui agama akan menganggap yang demikian itu benar, karena ukuran yang dipakainya bukan agama.[13]

DAFTAR PUSTAKA
Kartapradja, Prof. Kamil, Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia, (PT Gunung Agung: Jakarta), Cet.II 1986.
M.BA, Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Dalam Sorotan, (Penerbit Pustaka Progressif: Surabaya), ), Cet. IV 1997.
Romdon, Drs., MA, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (PT RajaGrafindo Persada: Jakarta), Cet.I 1996.


[1] Rahnip, M.BA, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Dalam Sorotan, (Penerbit Pustaka Progressif: Surabaya,1997), ) hal. 115. Lihat juga dalam bukunya Drs Romdon, MA, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 1996) hal. 158. Dan juga bukunya Prof. Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia, (PT Gunung Agung: Jakarta, 1986) hal. 177-178.

[2] Ibid. Rahnip, M.BA. hal. 118-119.
[3] Ibid. Drs Romdon, MA. Hal. 129.
[4] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.121.
[5] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.128-129.
[6] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.132.
[7] Ibid. Prof. Kamil Kartapradja. hal.179.
[8] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.133-134.
[9] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.141-142.
[10] Ibid. Prof. Kamil Kartapra ja. hal. 178.
[11] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.143-144.
[12] Ibid. Prof. Kamil Kartapradja. hal. 180-181.
[13] Ibid. Rahnip, M.BA. hal.147-148.

8 comments:

Anonymous said...

Sebaiknya bertanya kepada yang mengerti dan memahami.. Jadi tidak timbul fitnah

Alex Nanang Agus Sifa said...

Maaf sebelumnya, secara tidak langsung, saya sudah bertanya kepada buku (referensi) yang membahas tentang yang berkaitan....

Anonymous said...

Maaf,sebaiknya anda bertanya kepada orang yang benar benar mengerti dan tahu benar tentang Ajaran Tuhan YME di dalam organisasi Pangestu bukan kepada orang yang hanya tahu kulitnya atau baru tahu sedikit tetapi mengaku sudah paham beanar tentang Ajaran Tuhan di didalam Organisasi Pangestu nanti akan menjadi/timbul pengertian yang keliru kepada Organisasi Pangestu. Matur nuwun.

Anonymous said...

Hasil Study anda tentang Ajaran Pangestu sepertinya banyak yang tidak klop/sesuai dengan pengertian sebenarnya dari sumber resmi.

Perbandingan Tuhan Satu Bersifat Tiga :

1. Allah ta'ala= Bapa = Sukma Kawekas
2. Nur Muhammad/Ruhul Qudus = Sang Putra= Sukma Sejati.
3.(tiupan)Ruh-Ku= Ruh Suci= Roh Suci

Dalam Islam ada diakui tau tidak Ketika Allah berfirman melalui Ruhul Qudus kepada Manusia selalu mengatasnamakan KAMI, tetapi dalam lain kesempatan ketika Allah merujuk dzat tunggal sumber hidup menggunakan kata ganti AKU.
AKU dan KAMI tidak bisa saling dipertukarkan apalagi diganti/diterjemahkan AKU semua seterusnya karena memang mempunyai pengertian masing-masing.

Alex Nanang Agus Sifa said...

kata "AKU" dan "KAMI" dalam penggunaan kata ganti (dhamir) untuk Allah dalam Islam mengandung 2 pengertian:
1. dalam kaidah bahasa arab (Nahwu-Sharaf) kata "KAMI" berarti mengagungkan diri (mu'adzdzim nafsahu)
2. ketika Allah menggunakan kata ganti "AKU" Allah melakukan perbuatan tanpa campur tangan makhluk-NYA. seperti ayat "wama kholaqtu al jinna wal insa....". Dan ketika Allah menggunakan kata ganti "KAMI", Allah melakukan perbuatan dengan disertakan peranan makhluk-NYA, seperti ayat "Nahnu nazzalna....."

Anonymous said...

Mas alex. Terimaksih sudah mengangkat tema sasangka jati. Saya merasa sangat terbantu. Akhirnya bisa menemukan yg selama ini saya cari. Makasih banyak mas. Salam sejahtera.

GUNAWAN WIBISONO said...

Surah Al-Ma’aarij Ayat : 40

falaa uqsimu birabbil-masyaariqi wal-maghaaribi innaa laqaadiruwn

Maka Aku bersumpah dengan Rabb Yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.

Siapakah yang dimaksud AKU, RABB Yang...., dan KAMI dalam satu baris ayat di atas.

GUNAWAN WIBISONO said...

Surah Al-Ma’aarij Ayat : 40

falaa uqsimu birabbil-masyaariqi wal-maghaaribi innaa laqaadiruwn

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.

Siapakah yang di maksudkan AKU, RABB Yang ...., dan KAMI dalam satu baris ayat tsb.

Jawababannya akan ada beberapa Tafsir seperti penjelasan pak Alex tentang AKU dan KAMI di atas. Tiap Penafsiran bergntung kepada pemahaman logika dan haluan pemahaman yang dituju.