Waktu adalah sesuatu
yang paling berharga dalam kehidupan kita sebagai manusia. Ia tidak dapat
ditukar dengan apapun. Ia juga tidak dapat kembali ketika sudah berlalu pergi. Waktu adalah kehidupan. Menyia-nyiakan waktu sama
dengan membunuh kehidupan secara perlahan.
Waktu adalah sesuatu yang terpanjang, tetapi juga yang
terpendek; yang tercepat, tetapi juga yang terlambat. Ketika kita tidak
mengindahkannya, maka setelah itu kita hanya akan bisa menyesalinya. Tidak
ada sesuatupun yang dapat dilakukan tanpanya. Ia menelan segala yang kecil dan
membangun segala yang besar. Tanpanya, tidak ada kehidupan, karena setiap
kehidupan, waktulah yang paling berperan.
Waktu disebut yang
terpanjang karena ia adalah ukuran kehidupan, dan yang tersingkat karena ia
dapat berlalu begitu cepat. Waktu terasa berlalu dengan cepat bagi mereka yang
sedang merasakan kebahagiaan, namun akan terasa begitu lambat bagi mereka yang
sedang dirundung kesedihan. Dengan demikian, waktu sangat bergantung bagaimana perlakuan
seseorang terhadapnya.
Waktu merupakan unsur
penentu kehidupan kita sebagai manusia, sehingga tidak ada yang dapat dilakukan
tanpanya. Kita sekarang masih hidup, itu tidak lain karena kita masih
dianugerahi waktu oleh sang Pencipta dan Pemilik waktu, Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Karena begitu penting
dan mahalnya waktu, Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah: "Demi
masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang
yang beriman, beramal saleh, saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan saling
nasehat-menasehati dalam kesabaran." (Qs. Al-'Ashr/103: 1-3).
Kaitannya dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
ini, Imam Syafi’i mengatakan: لَوْ لَمْ يُنْزَلْ
غَيْر هَذِهِ السُّوْرَةُ لَكَفَتِ النَّاس (seandainya Al-Qur’an tidak diturunkan kecuali surat
(Al-‘Ashr) ini, maka hal itu sudah cukup memadai bagi manusia).
Pernyataan Imam Syafi’I tersebut menandakan begitu pentingnya surat Al-‘Ashr
yang berbicara masalah waktu, sehingga dapat mewakili isi kandungan Al-Qur’an.
Al-Qur’an juga memberikan perhatian khusus mengenai waktu. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berulang kali bersumpah dengan berbagai kata yang menunjuk pada waktu, sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya: وَالْفَجْرِ، وَالضُّحَى، وَاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَالْعَصْرِ (Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi Malam, Demi Siang, Demi Waktu). Sungguh, begitu luar biasa perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap waktu.
Dalam
Islam, waktu bukan hanya sekadar lebih berharga dari pada emas (adz-dzahab)
apalagi uang sebagaimana perkataan orang Barat “time is money”. Tetapi
waktu adalah pedang, seandainya kita tidak bisa menggunakannya dengan baik maka
kita akan terbunuh olehnya. الوقت كالسيف فإن لم
تقطعه قطعك(waktu ibarat pedang, jika engkau tidak memotongnya (menggunakannya),
maka engkau yang akan terpotong olehnya).
Lebih
dari itu, waktu adalah "kehidupan", sebagaimana yang dikatakan oleh
Hasan Al-Banna: الوَقْتُ هُوَ الْحَيَةُ (waktu
adalah kehidupan). Seseorang yang tidak memanfaatkan waktu, berarti orang tersebut
tidak memanfaatkan hidupnya. Orang yang menyia-nyiakan waktu, sama halnya dia
menyia-nyiakan kehidupannya.
Dan menurutnya, kita sebagai manusia
adalah kumpulan hari-hari, sebagaimana ungkapannya: يَا ابْنَ آدَم،
إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ فَإذَا ذَهَبَ
يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ (Wahai Bani Adam, sesungguhnya engkau hanyalah
“kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu
sebagian dirimu). Dengan demikian, semakin
bertambah hari, berarti semakin berkurang jatah waktu yang kita miliki. Untuk itu,
tidak sepantasnya bagi seorang muslim membiarkan waktu berlalu sia-sia begitu
saja. Melewatkan waktu berlalu tanpa ilmu dan melewatkan waktu berlalu tanpa
amal yang bermutu merupakan sebuah kerugian yang membinasakan.
Pada dasarnya, waktu yang kita miliki terbagi menjadi tiga, sebagaimana yang diungkapan oleh Hasan al-Basri, yaitu: pertama, masa lalu yang tentunya sudah berlalu dan tidak mungkin akan kembali. Kedua, masa yang akan datang yang belum tentu kita rasakan. Dan ketiga, masa kini yang sedang kita jalani, dan masa yang ketiga inilah yang sebenarnya milik kita, maka kerjakanlah apa yang seharusnya kita kerjakan sekarang. (The life of this world is made up of three days: Yesterday, which has gone with all that was done; tomorrow, which you may never reach; but today is for you, so do what you should do today).
Jadi sejatinya, sekaranglah waktu kita, waktu dimana kita masih bisa hidup dan waktu dimana kita masih bisa berbuat, mengerjakan banyak hal yang bermanfaat. Karena kita tidak mengetahui, apakah kita masih memiliki hari esok. Ada sebuah mahfudzat Arab mengatakan بَيْضَةُ اليَوْمِ خَيْرٌ مِنْ دَجَاجَةِ الغَدِ (telur hari ini adalah lebih baik dari pada ayam esok hari). Satu butir telur yang kita miliki sekarang adalah lebih baik karena jelas ada dihadapan kita, dari pada seekor ayam yang belum tentu menjadi milik kita di esok hari.
Sungguh, awal dari kehidupan kita
bukanlah rencana kita, dan saat berakhirnya pun bukan keputusan kita, tetapi
telah jelas bagi kita bahwa tugas kita adalah menjadikan waktu antara yang awal
dan akhir itu sebagai sebuah perjalanan yang indah. Yang bisa kita capai dengan
usaha serta upaya kita dan dengan bantuan yang penuh kasih dari Tangan Yang
Tidak Terlihat (Invisible Hand), yaitu Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Untuk itu, mari maknai hidup
kita dari sekarang, karena makna hidup yang sesungguhnya bukanlah berapa lama kita hidup, tetapi
berapa efektif kita memanfaatkan waktu hidup. Dan pengisian waktulah
yang membuat nilai hidup seseorang berbeda.
Tidak ada waktu yang tidak
baik untuk memulai kebaikan karena semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memiliki waktu tidak menjadikan kita kaya, tetapi menggunakannya dengan
baik adalah sumber dari semua kekayaan.
Penggunaan
waktulah yang menjadikan pembeda hakiki antara sang pemenang kehidupan dan si pecundang
kehidupan. Dan waktu terbaik untuk
berubah dan memulai sesuatu yang baik adalah sekarang, sebelum datang masa penyesalan
yang menyakitkan. Karena memang, waktu tidak bisa diperjual belikan. Ungkapan
Arab mengatakan: يستطيع المال أن
يشتري الساعة ولكن لا يستطيع أن يشتري الزمن (harta
bisa membeli jam/arloji, tapi harta tidak bisa membeli waktu). Wallahu a’lam
bish-shawwab.
Alex Nanang Agus Sifa
Alex Nanang Agus Sifa
No comments:
Post a Comment