Saturday 30 September 2017

MEMAKNAI ARTI KETENANGAN


           Sebagai manusia, tentunya kita mengharapkan yang namanya ketenangan. Tidak ada seorangpun yang hidup di dunia ini kecuali menghendaki dirinya tenang. Banyak cara dan jalan yang ditempuh demi mendapatkannya. Bahkan seluruh keseharian manusia, gerak gerik hidupnya selalu berusaha mendekati sekaligus meraihnya.

          Tentunya, cara dan jalan yang ditempuh oleh setiap orang berbeda-beda, sesuai dengan ilmu serta pengetahuan yang dimiliki mereka. Ada yang menganggap bahwa dengan materi ketenangan dapat dicari. Mereka berusaha sekuat tenaga mengumpulkan materi demi memperoleh ketenangan sejati. Bahkan tidak sedikit yang menghalalkan segala cara demi materi yang mereka yakini dapat mengantarkan mereka ke dalam ketenangan sejati. Akan tetapi, setelah materi terkumpul, belum juga ketenangan muncul. Dengan demikian materi ternyata tidak dapat mengantarkan manusia sampai pada ketenangan sejati. Justru karena materi, tidak sedikit yang terperdaya sampai mati.

          Ada juga anggapan diantara mereka yang meyakini jika ketenangan dapat diraih dengan kekuasaan. Mereka menyusun rencana, strategi demi kekuasaan tertinggi. Mereka yakin jika kekuasaan telah diperoleh, maka ketenanganpun akan ditoreh. Namun, ketika kekuasaan sudah di genggaman tangan, ketenangan tak kunjung mereka dapatkan. Bahkan tak jarang kekuasaan itu mendorong diri mereka ke arah kedzaliman. Bukan hanya ketika kekuasaan tersebut sudah berjalan, tapi juga ketika masih dalam pencapaian. Sungguh, kekuasaan hanya akan menjadi malapetaka ketika diiringi ambisi untuk kepentingan dunia semata.


          Di sisi lain, ada juga yang meyakini bahwa ketenangan akan didapatkan ketika sudah mendapatkan pasangan. Mereka beranggapan bahwa dengan hadirnya pria atau wanita idaman, ketenangan akan dirasakan. Berbagai cara untuk mendapatkan pria atau wanita idaman pun dilakukan. Mulai dari bersolek, berdandan, bergaya yang kesemuanya itu tidak lain merias sekujur badan, mempertontonkan ketampanan maupun kecantikan. Bahkan, ada yang berlebihan dalam berpenampilan. Padahal penampilan yang berlebihan semakin menjauhkannya pada keaslian dirinya. Akhirnya, setelah pasangan yang didambakan sudah di depan pandangan, ketenanganpun tak kunjung datang.

          Lalu jika bukan dari materi, kekuasaan dan adanya pasangan, sebenarnya sesuatu semacam apakah yang dapat menjadikan seseorang itu merasakan ketenangan?

          Ternyata, jika direnungkan, ketenangan merupakan sesuatu yang abstrak, tak nampak oleh pandangan tapi dapat dirasakan. Ketenangan adalah rasa yang tak terlihat oleh mata. Seseorang tak dapat menilai orang lain itu sedang dalam keadaan tenang, karena dia tidak dapat merasakan apa yang sedang orang lain rasakan. Seseorang hanya dapat menilai orang lain dari fisik belaka. Sedangkan ketenangan merupakan rasa yang metafisik yang tak terlihat oleh mata.

          Ikhwati fillah, jika diri kita tenang karena banyaknya uang, maka sadarlah bahwa itu adalah kenyamanan yang tak panjang. Karena ketika uang telah habis atau hilang, maka ketenanganpun akan menyertai bersama habis dan hilangnya uang. Ketika kita merasa tenang dengan benda-benda keduniawiaan, maka ketahuilah bahwa itu hanyalah ketenangan tipu daya syaitan. Sedangkan syaitan hanya menjanjikan kefaqiran dan menyuruh berbuat kejahatan (asy-syaithanu ya’idukum al-faqra wa ya’murkum bi al-fahsya/QS. Al-Baqoroh: 268). Tidak sedikit manusia yang tertipu karena menuruti hawa nafsu dan termakan oleh bujuk rayu syaitan yang menggiurkan.

         Ikhwati fillah, ketenangan adalah rasa. Ia tak terlihat oleh mata tapi nyata adanya. Ia abstrak dan tak nampak. Hanya dapat dirasa oleh setiap hati yang terjaga mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan harta, tahta, wanita serta semua perhiasan dunia hanya akan mengantarkan kepada ketenangan ketika diiringi dengan bimbingan agama yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

         Ikhwati fillah, ketahuilah bahwa ketenangan sebenarnya hanyalah milik-Nya. Dialah yang menganugerahkan ketenangan sejati yang tak pernah mati. Hanya dengan mengingat-Nya, hati menjadi tenang dan jauh dari kebimbangan dalam mengarungi kehidupan. Tidakkah kita mengetahui akan firman-Nya: hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang”, (ala bidzikrillah tathmainnu al-qulub/QS. Ar-Ra’du: 28). Wallahu ‘alam bish-shawwab.

(artikel ini merupakan ringkasan dari kitab As-Sa’adah Al-Qushwa Fi Falsafati Ibni Maskawaih wa Thuruq Tahshiliha karya Dr. Thoha Abdus Salam Khudhoir).


Oleh:
Alex Nanang Agus Sifa

No comments: