HUKUM RUWATAN
Kata “ruwat” mempunyai arti
terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa.
Ruwatan atau meruwat
berarti upaya manusia untuk membebaskan seseorang/kelompok yang menurut
kepercayaan akan tertimpa nasib buruk, dengan cara melaksanakan suatu upacara
dan tata cara tertentu.
Asal Muasal Adanya Ruwatan
Dalam cerita pewayangan ada
seorang tokoh yang bernama "BETHORO GURU" atau "SANG YANG
GURU", dia beristrikan dua orang istri. Dari istri Pademi dia menurunkan
seorang anak laki-laki bernama WISHNU. setelah dewasa Wishnu menjadi orang yang
berbudi pekerti baik, sementara dari istri Selir dia juga menurunkan seorang
anak laki-laki bernama BETHORO KOLO. Setelah dewasa Bethoro Kolo menjadi orang
jahat, konon kesurupan setan. Dia sering mengganggu jalma manusia untuk dimakan.
Dalam mitos orang Jawa,
cerita di atas secara turun temurun masih diyakini kebenarannya, sehingga
menurut Shohibur riwayah agar Bethoro Kolo yang jahat itu tidak
memangsa jalma seperti tersebut diatas, dicarikan solusi yaitu harus diadakan
"RUWATAN" untuk anak yang bersangkutan.
Acara "Ruwatan"
Dalam Tradisi Jawa
Ruwatan yang diyakini oleh
kebanyakan orang jawa sebagai solusi agar jalma/anak yang bersangkutan
terhindar dari mara bahaya, adalah suatu upacara yang acaranya sebagai berikut:
a. Mengadakan pagelaran wayang;
b. Sebagai pemandu pagelaran ini, dipilih seorang
"DALANG SEJATI";
c. Lakon yang dipentaskan, lakon khusus "MURWO
KOLO";
d. Menyajikan sesaji khusus
e. Pada acara pamungkas ruwatan, ki Dalang Sejati
membacakan mantra-mantra dengan iringan gamelan, langgam dan gending tertentu.
Konon mantra-mantra tersebut untuk tolak balak (mengusir BETHORO KOLO yang
jahat itu).
Hukum Ruwatan
Mengenai hukum ruwatan
dengan cara tradisi Jawa seperti yang tersebut dalam keterangan di atas,
kiranya cukup jelas bagi kita kaum muslimin, bahwa hal tersebut tidak
diperbolehkan, karena didalamnya ada unsur-unsur yang menyimpang dari ajaran
agama Islam.
Dalam
ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena
menyangkut hal ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka
jelas merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.
Tidak
ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ada ketegasan
bahwa meyakini nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan Allah
SWT dan dosa terbesar.
Tathoyyur atau Thiyaroh adalah
merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang
lainnya, atau apa saja. Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud
ra:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ،
الطِّيَرَةُ شِرْك،ٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
”Thiyarah
adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari antara kita
kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah
menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.”(HR.
Abu Daud)
Hadits ini
diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat
terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab
Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan
I, 1416H/1995, halaman 150).
Secara
Garis Besar Ruwatan Dapat Dijelaskan Sebagai Berikut:
-
Ruwatan
Mendatangkan Dosa Terbesar
-
Ruwatan
itu kepercayaan non Islam berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara
membebaskan ancaman Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak Batoro Guru/raja
para dewa. Itulah kepercayaan syirik/menyekutukan Allah SWT yang berlandaskan
cerita wayang penuh takhayyul, khurofat, dan tathoyyur (menganggap sesuatu
sebagai alamat sial dsb).
-
Ruwatan itu dari segi keyakinannya termasuk tathoyyur, satu jenis
kemusyrikan yang sangat dilarang Islam dan dosa terbesar. Sedang dari
segi upacaranya termasuk menyembah/memohon perlindungan kepada selain Allah,
yaitu ke Betoro Kolo, satu jenis upacara kemusyrikan, dosa terbesar pula. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الطِّيَرَةُ
شِرْكٌ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Thiyaroh
(tathoyyur) adalah syirik/menyekutukan Allah, thiyaroh adalah syirik, thiyaroh
adalah syirik , (diucapkan) tiga kali. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh
Ibnu Majah dari hadits Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah saw).
-
Merasa
sial karena sesuatu atau alamat-alamat yang dianggap mendatangkan sial,
termasuk perbuatan kemusyrikan. Kata Nabi SAW:
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ
حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا : وَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ ؟ قَالَ : أَنْ
يَقُولَ اللََّهُمَّ لاَ خَيْرَ إلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ
إِلَهَ غَيْرُكَ (رواه أَحْمَدَ عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ. قال الشيخ الألباني
: (صحيح) انظر حديث رقم : 6264 في صحيح الجامع)
"Barangsiapa
yang tidak jadi melakukan keperluannya karena merasa sial, maka ia telah
syirik. Maka para sahabat RA bertanya, Lalu bagaimana kafarat dari hal tersebut
wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi SAW, Katakanlah : Allahumma laa khaira illaa
khairaka walaa thiyara illa thiyaraka walaa ilaha ghairaka." Ya Allah,
tidak ada kebaikan kecuali kebaikanMu, dan tidak ada kesialan kecuali kesialan
(dari)Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu. (HR.Ahmad dari Abdullah bin Umar dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani).
-
Sudah
jelas, Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat melarang kemusyrikan. Dan bahkan
mengancam dengan adzab, baik di dunia maupun di akherat.
-
Perbuatan
seperti di atas akan mengundang datangnya adzab dan murka Allah SWT, di dunia
maupun di akherat.
جعل الوسائط بين
العبد وبين ربه فإن صار يدعوهم كما يدعو الله فى الأمور ويعتقد تأثيرهم فى شيء من
دون الله تعالى فهوكفر. وإن كان التوسل بهم إليه تعالى في قضاء مهماته مع اعتقاد
أن الله هو النافع الضار المؤثر فى الأمور دون غيره فالظاهر عدم كفره, وإن كان
فعله قبيحا.اهـ
“Menjadikan
perantara antara hamba dan Tuhannya, bila pelaksanaannya seperti saat ia
berdoa/memohon pada Allah akan terkabulnya keinginannya dan menyakini bahwa
yang merealisasikan masalahnya juga perantara tersebut maka ia kufur
karenanya, sedang bila ia menjadikan perantara pada Allah untuk
memenuhi kebutuhannya dengan meyakini yang memberi manfaat serta musibah hanya
Allah maka ia tidak kufur hanya saja perbuatannya tergolong jelek.” Bughyah
al-Mustarsyidiin hal 249
اما وضع الطعام
والازهارفي الطرق والمزارع اوالبيوت لروح الميت وغيره في الايام
المعتادة كيوم العيد ويوم العيد ويوم الجمعة وغيرهما فكل ذالك من الامورالمحرمة
ومن عادة الجاهلية ومن عمل اهل الشرك اهـ
“Sedangkan meletakkan makanan
dan aneka kembang dijalan raya, sawah-sawah, rumah-rumah untuk ruh orang yang
telah meninggal dihari-hari tertentu yang dibiasakan seperti hari raya,
hari jumah dan selainnya kesemuanya tergolong perilaku yang diharamkan,
kebiasaan orang-orang jahiliyyah dan perilaku orang-orang ahli syirik.” Siraaj
al-‘Aarifiin hal 57
- Islam tidak mengenal istilah ruwatan karena ruwatan
identik dengan kepercayaan pada hari-hari sial..Tidak ada hari pembawa sial
karena dalam islam semua hari adalah baik.
من يسال عن
النحس وما بعده لاجاب الاعراض عنه و تصفيه ما فعله و يبين قبحه و ان ذالك من
سنة اليهود لا من هدي المسلمين المتوكلين على خالقهم و بارئهم الذين لا يحسبون و
على ربهم يتوكلون. و ما ينقل من الايام المنقوطة و نحوها عن علي كرم الله وجهه
باطل كذب لا اصل له فليحذر من ذالك (الفتاوى الحديثيه)
"Barang siapa
yang bertanya tentang hari sial dan sesudahnya untuk mendatangkan
kehormatan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta menjelaskan
keburukannya, semua itu merupakan kebiasaan orang yahudi dan bukan petunjuk org
islam yg bertawakal pada penciptanya yang senantiasa tidak pernah
menghitung terhadap Tuhannya serta bertawakal.
AD-DALAIL (DALIL-DALIL)
1.
MENURUT
AL-QUR’AN
Ruwatan untuk menolak bala, musibah ataupun nasib yang
dianggap buruk adalah salah satu dari bentuk kesyirikan. Ketika ruwatan
dianggap mampu menghilangkan kesialan adalah salah satu dari perbuatan syetan
dan hal ini berarti bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dosa syirik merupakan dosa terbesar yang tidak diampuni oleh Alloh Ta’ala. Bila
sampai meninggal pelakunya tidak bataubat, maka sangat celaka, karena mati
dalam membawa dosa terbesar yang tak diampuni oleh Alloh Ta’ala.
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاَءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللهِ قُلْ أَتُنَبَّئُونَ اللهَ بِمَا لاَ
يَعْلَمُ فِي السَّمَوَاتِ وَلَا فِي اْلاَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا
يُشْرِكُونَ(18)
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang
tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfa`atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa`at kepada
kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang
tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah
dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu). (QS Yunus: 18).
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ
أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً بَعِيدًا(116)
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari
syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS An-Nisaa’: 116).
Allah
SWT berfirman:
وَلاَ تَدْعُ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لاَ
يَنْفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظََّالِمِينَ(106)
“Dan
janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat
dan tidak dapat pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat (hal itu),
maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim
(musyrik)”. (QS.
Yunus [10] : 106).
وَإِنْ يَمْسَسْكَ
اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ
رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ(107)
”Dan
jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu
kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya…” (QS. Yunus [10] : 107)
SEMUA PAHALA IBADAH HILANG/HANGUS KARENA BERBUAT
SYIRIK
وَلَوْ
أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(88)
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya
lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS Al-An’aam: 88).
إِنَّهُ مَنْ
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ(72)
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya
ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (Al-Maaidah: 72).
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ(65)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS Az-Zumar: 65).
2.
MENURUT
HADITS NABI SAW
Dalam hal kemusyrikan
ini Nabi saw bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ
نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
Barangsiapa mati dan dia menyembah selain Allah
sebagai tandingan maka masuk neraka (HR Al-Bukhari).
فَإِنَّ حَقَّ
اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا.
Kewajiban manusia terhadap Allah ialah mengabdikan
diri kepadaNya tanpa menyekutukanNya. (Muttafaq ‘alaih).
حَدَّثَنَا
جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارَ
Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa berjumpa Allah,
dia tidak menyekutukanNya dengan sesuatu maka masuk surga. Dan barangsiapa
berjumpa dengan-Nya, menyekutukan sesuatu denganNya maka masuk neraka. (HR Muslim).
3.
MENURUT
KEPUTUSAN NU (NAHDHATUL ULAMA)
Hasil keputusan bahtsul masa'il NU Jatim halaman
90 :
إِنْ قُصِدَ
بِتَصَدُّقِ ذَلِكَ الطَّعَامِ التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ لِيَكْفِيَ اللهُ شَرَّ
ذَلِكَ الْجِنِّ لَمْ يَحْرُمْ، ِلأَنَّهُ لَمْ يَتَقَرَّبْ لِغَيْرِ اللهِ كَمَا
لاَ يَخْفَى لِلْمُصَنِّفِ. وَأَمَّا إِذَا قَصَدَ الْجِنَّ فَحَرَامٌ، بَلْ إِنْ
قَصَدَ التَّعْظِيْمَ وَالْعِبَادَةَ لِمَنْ ذُكِرَ، كَانَ ذَلِكَ كُفْرًا
قِيَاسًا عَلَى نَصِّهَا فِي الذَّبْحِ.
Artinya:
''Apabila menshodaqohkan makanan tersebut dengan tujuan
mendekatkan diri (taqarrub) pada Allah agar terhindar dari kejahatan jin, maka
tidak haram karena tidak ada taqarrub kepada selain Allah. Apabila ditujukan
pada jin, maka haram hukumnya. Bahkan apabila bertujuan mengagungkan dan
menyembah pada selain Allah, maka hal itu menjadikan kufur karena diqiyaskan
pada nashnya dalam masalah penyembelihan (dzabhi).
4.
MENURUT KETUA MUI PUSAT
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Ma'ruf
Amin mengatakan bahwa ajaran Islam tidak mengenal tradisi ruwatan untuk menolak
bala. Yang dibolehkan dalam
agama, kata dia, adalah menggelar tasyakuran. Hal itu biasanya dilakukan dalam
adat masyarakat ketika mendapat rejeki dengan menggelar selametan.
"Tidak ada itu ruwatan (dalam ajaran
Islam). Yang boleh itu syukuran," katanya, Ahad (6/1/2013).
UNTUK
KITA RENUNGKAN
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ
ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ (53) ثُمَّ إِذَا كَشَفَ
الضُّرُّ عَنْكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (54)
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila
Dia telah menghilangkan
kemudharatan itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari pada kamu
mempersekutukan Allah dengan (yang lain)”
(QS. An Nahl: 53-54).
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ
يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
“Patut
engkau tahu bahwa apa yang ditakdirkan akan menimpamu tidak akan luput darimu
dan apa yang ditakdirkan luput darimu tidak akan menimpamu.” (HR.
Abu Daud no. 4699 dan Ahmad 5: 185, shahih kata Syaikh Al Albani).
اَللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ
نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
[Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang
telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan,
dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu] (HR.
Muslim no. 2739).
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. لَمْ يَضُرُّهُ شَيْءٌ
حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ
“Barangsiapa
yang singgah di suatu tempat lantas ia mengucapkan “a’udzu bi kalimaatillahit
taammaati min syarri maa kholaq” (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah
yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakanNya)”, maka tidak ada sama
sekali yang dapat memudhorotkannya sampai ia berpindah dari tempat tersebut”
(HR. Muslim no. 2708).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ
حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا : وَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ ؟ قَالَ : أَنْ
يَقُولَ اللََّهُمَّ لاَ خَيْرَ إلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ
إِلَهَ غَيْرُكَ.
Imam
Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengurungkan
hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik.” Para sahabat
bertanya, ”Lalu apakah sebagai tebusannya?” Beliau menjawab, ”Supaya
mengucapkan,
اَللََّهُمَّ
لاَ خَيْرَ إلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
Ya
Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali
kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau.” (HR Ahmad; Syaikh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid,
hal 151).
Jum’at, 13 September 2013
Madrasah Diniyyah Al-Muntaha Baseh
Diambil dari beberapa sumber
No comments:
Post a Comment