Alex Nanang Agus Sifa
David Hume adalah filosof yang secara konsekuen mengembangkan filsafat empirismenya Locke dan Barkeley. Hume lahir di Edinburgh Skotlandia pada 1711, dia tumbuh dalam kemiskinan namun berbudaya di tanah keluarga Hume yang bernama Ninewells di dataran rendah Skotlandia.
Teori Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecahkan menjadi dua kategori yakni kesan dan ide. Hume mengatakan bahwa istilah “kesan” (impression) menunjuk pada “semua persepsi kita, ketika kita mendengar, melihat, merasa, mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki. Kesan berbeda dari ide, bukan di dalam isi tetapi di dalam kekuatan dan semangat, yang dengannya keduanya menyentuh kita. Ide adalah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang kesan. Hume berpandangan bahwa semua ide pada dasarnya berasal dari kesan.
percaya pada Tuhan tanpa tahu apa (atau siapa) Tuhan, bagi Hume adalah benar-benar tidak masuk akal. Menurutnya pengetahuanlah yang membuat kita percaya. Termasuk percaya pada ‘diri’ kita. Pernyataan di atas disimpulkan lewat beberapa pertanyaan seperti: apakah diri kita sudah ada sebelum kita hidup di dunia? Apakah substansi saya sebagai ‘makhluk berpikir’ sudah ada sebelum saya lahir di dunia dan mengalami hidup ini? Saya percaya bahwa ada ‘suatu saya’ yang mendasari kesayaan saya saat ini. ‘Suatu kesayaan’ ini sudah ada, paling tidak ketika kita berada di rahim ibu. Hume menegaskan bahwa Saya punya substansi ke-saya-an saya (substansi) sebagai landasan, yang di situ berbagai atribut kesayaan (esensi) melekat.
Pengetahuan tentang Tuhan sudah ditanamkan sedari manusia bisa bicara. Menurut Hume sebagian besar pengetahuan manusia tentang Tuhan adalah pengetahuan tak langsung. Tuhan hadir dalam bentuk konsep yang diajarkan guru agama dan buku-buku.“Tuhan cuma akal-akalannya “akal” dengan kemampuan analogi, asosiasi, dan imajinasinya, akal menjalin-jalinkan berbagai pengetahuan dari kesan dan gagasan yang kita peroleh sepanjang hidup. Atribut Tuhan yang selama ini kita pelajari sebagai Mahakasih, Mahabaik, Mahakuasa, Yang Di Atas, dan sebagainya tiada lain hanyalah pengetahuan teoritis saja atau ide.
David Hume juga berpandangan bahwa “gagasan mengenai Tuhan sebagai ‘Ada’ yang Maha tahu, Maha bijaksana, dan Maha baik muncul dari perenungan atas kegiatan jiwa kita sendiri dan atas gradasi tak terhingga dari sifat-sifat kebaikan dan kebijaksanaan”. Jadi kitalah yang menciptakan Tuhan dengan memenyambung -nyambungkan kesan-kesan empiris ‘baik’, ‘bijaksana’, ‘kasih’, dan sebagainya. Jika kita tidak mengenal ‘baik’, ‘bijaksana’, ‘kasih’, dan sebagainya itu, maka kita tidak akan mempunyai ide tentang Tuhan yang kepadaNya kita lekatkan berbagai atribut tersebut.
Keberadaan Tuhan bukanlah gagasan yang dengan sendirinya terbukti, juga bukan kebenaran yang bisa ditunjukan secara logis, seseorang bisa saja menyangkal keberadaan Tuhan tanpa bertentangan dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu Hume mengkritik keras bukti keberadaan Tuhan yang disampaikan Descartes. bukti pertama Descartes mengenai keberadaan Tuhan adalah bukti sebab akibat.
Manusia tidak bisa mempunyai kesan indera atas zat supranatural. Dengan demikian ide Ketuhanan tidak lulus dalam uji empiris. Hume terus mendesak siapa saja yang berusaha membuktikan bahwa Tuhan itu ada dengan menggunakan bukti ontologi ini. Bagaimana anda tahu Tuhan mempunyai ciri ini? Dimanakah kesan indera dari masing-masing ciri ini? Berikut ini adalah perkataan yang paling menyakitkan “ gagasan kita tidak lebih dari pengalaman kita. Kita tidak memiliki pengalaman akan ciri-ciri akhirat. Aku harus menyimpulkan silogismeku. Anda bisa menarik kesimpulannya sendiri.” Dengan demikian argumen ontologis klasik yang mencari bukti dengan menggunakan pemikiran bahwa Tuhan itu ada sejak kita lahir dan ide bukti diri mengenai Tuhan telah diruntuhkan.
Tema- tema utama dalam filsafat Hume, yang mengejutkan banyak orang dan teman-teman dizamannya dan juga hal yang controversial adalah menuruti sifat dan kerja skeptisisme yakni sikap yang mengingkari validitas beberapa atau semua klaim kita didalam mendapatkan pengetahuan sejati. Hume menarik perbedaan antara skeptisisme antesenden dan konsekuen. Analisisnya mendorognya untuk menerima ataupun menolak beberapa hal didalam sikap ini. Hume menemukan sikap skeptisisme antesenden didalam filsafat Rene Descartes.
Maka sebgaimana dipahami Hume, skeptisisme antasenden merupakan sebuah komponen didalam sebuah program filosofisyang luas. Skeptisisme antasenden adalah persamaan dari keragu-raguan metodologis yang radikal dan skeptisisme antasenden tidak hanya menegaskan kemungkunan dan perlunya mempertanyakan segala sesuatu yang secara prinsip dapat diragukan. Jika kita mempertanyakan segala sesuatu, kita tidak dapat secara absah mengklaim memiliki pengetahuan. Jika kita membiarkan sesuatu sebagai sebuah asumsi agar dapat mengklaim bahwa kita memiliki pengetahuan mengenai masalah fakta dan eksistensi, maka kita mengorbankan kemungkinan kepastian.
No comments:
Post a Comment