Wednesday, 10 October 2012

Agama Sumber Konflik?


Hari ini aku mengikuti dua perkuliahan. kuliah pertama aku belajar tentang penulisan skripsi. Di situ aku lebih mengenal tentang skripsi dan semakin jelas pemahamanku tentang penulisan dan hal2 yang berhubungan dengan penelitian khususnya skripsi. Walaupun sebenarnya materi kuliah ini tentang sosiologi agama namun sepertinya ada salah satu dari kami yang memancing bapak dosen dengan pertanyaan skripsi yang akhirnya kita digiring selama dua jam mata kuliah ke arah sana. Bagiku ini tidak masalah karena yang terpenting ada ilmu yang aku dapatkan.
Dua hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam sebuah penulisan penilitian yaitu: OBJEK MATERIAL & OBJEK FORMAL. Objek material merupakan variable yang termuat dalam judul. Seperti halnya yang sekarang aku tulis yaitu terdiri dari tiga variable. Pertama variable “pemikiran ketuhanan” kedua “Al-Kindi” dan ketiga “Aristoteles”. Ketiga variable tersebut harus dipahami dan dimengerti dengan baik. Walaupun sebenarnya ketiga variable tersebut kelihatannya sudah sangat usang atau basi, namun apabila objek formal yang digunakan berbeda maka hasilnya pun tentunya akan berbeda dan akan terlihat sebagai suatu penelitian yang baru serta menarik. Oleh karena itu di sini objek formal yang sering diartikan sebagai sudut pandang/perspektif memiliki posisi yang sangat penting.
Kedua hal tersebut baik objek material maupun formal merupakan hal yang wajib adanya dalam setiap penelitian (library research/lapangan). Hanya saja jika penelitian dilapangan dibutuhkan yang namanya HIPOTESA dan juga teorinya dibutuhkan indikator2 yang berupa angket. Dan ini lazim disebut dengan sampel. Namun penelitian lapangan ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: tidak bersifat menyeluruh (karena melalui sample), subjektif (karena sangat bergantung pada peniliti), bersifat sementara (karena terikat oleh ruang dan waktu) serta tidak banyak menambah ilmu baru (karena tidak banyak referensi yang digunakan).
Setelah panjang lebar penjelasan mengenai skripsi dan hal2 yang berhubungan dengannya, akhirnya tidak ada satu materi kuliah pun yang di sampaikan. Setelah adanya pengabsenan, bapak dosen langsung menyampaikan tema yang akan dibahas sabtu depan yaitu tentang KONVERSI AGAMA.
Pada mata kuliah kedua (fenomenologi agama) pembahasan lebih difokuskan pada makalah yang dipresentasikan oleh salah satu temanku tentang “AGAMA SEBAGAI SUMBER KONFLIK”. Setelah penyampaian makalah, seperti biasanya waktu dikhususkan untuk sesi Tanya jawab.
Pertanyaan2 dan pernyataan2 pun muncul dari kami yang ketika itu berjumlah 6 orang. Apakah benar jika agama telah dijadikan sumber konflik ataukah pemeluk agama yang sengaja menyulut konflik tersebut?. Akupun langsung angkat bicara: jika dalam pandangan filsafat perennial memberikan solusi dengan jalan dialog antar agama bukankah itu malah semakin memperlebar masalah dan mempertajam perselisihan. Karena setiap agama akan memperlihatkan ideologinya masing2 yang jelas2 berbeda? Bagaimana jika solusi itu dengan jalan setiap pemeluk agama lebih mendalami agamanya dengan benar karena aku yakin tidak ada agama yang menginginkan kerusakan di dunia ini? Agama yang merupakan “PEACE MAKER” tentunya tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk saling menumpahkan darah? Pertanyaan dan pernyataan yang aku ajukan ini tidak lama kemudian ditanggapi oleh bapak dosen.
Menurutnya, setia agama menyuruh umatnya untuk berperang dalam artian membolehkan konflik yang bersifat vertical yaitu perlawanan dari kebenaran kepada kejahatan atau dari keadilan terhadap ketidakadilan. Inilah sebenarnya konflik yang dibolehkan, tandasnya. Kebenaran dan keadilan di sini lebih bersifat Universal seperti halnya masalah kemanusiaan (pengentasan kemiskinan, pemberantasan korupsi dan sebagainya). Dan inilah justru konflik yang dibolehkan dalam agama, tegasnya lagi.
Berbeda halnya yang terjadi sekarang, konflik yang muncul adalah konflik horizontal yaitu konflik antara sesama pemeluk agama. Dan inilah sebenarnya yang ingin diselesaikan oleh para pengusung filsafat perennial dengan jalan dialog antar agama. Dialog ini diharapkan akan membuahkan kedamaian antar agama dan terciptanya toleransi antar agama.
Di sini bapak dosen terlihat menjauh dari pembahasan. Beliau melihat fenomena yang ada dan sangat disayangkan. Beliau menegaskan: Saya sangat tidak setuju dengan orang2 yang dengan lantang menghukumi orang lain yang mempunyai pendapat berbeda dengan sebutan KAFIR, karena manusia tidak memiliki hak seperti itu. Dan jika hal itu dilakukan berarti manusia telah melampaui kapasitasnya sebagai manusia. Dia telah mengambil hak preogatif Tuhan. Hanya Tuhanlah yang berhak menghukumi seseorang itu kafir atau mukmin.
Entah kenapa statement tersebut langsung menyontakku karena menurutku pernyataan seperti itu adalah pernyataan yang biasa diungkapkan oleh orang2 liberal. Untuk itu, aku mencoba mengungkapkan kegundahan hatiku: bukankah Tuhan telah menetapkan criteria siapa orang yang disebut kafir dan siapa yang disebut mu’min? sebagaimana firmanNya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 147 “kebenaran dari Tuhanmu…….” Dan juga hadits nabi yang mengatakan: “perbedaan antara orang mu’mn dan kafir adalah meninggalkan shalat” tanyaku.
Tidak berselang lama beliaupun menanggapi, apakah itu cukup bukti bahwa kita mampu menghukumi dia kafir???? Dan banyak ayat AlQur’an yang mengatakan tentang syukur padahal kita sendiri juga jarang bersyukur. Itu berarti kita juga termasuk orang kafir donk karena kita kufur ni’mat?? Untuk itu kemungkinan di sana ada beberapa jenis kekufuran.
Aku tidak menanggapi pernyataan dosenku tersebut walaupun dalam hati masih mengganjal. Keganjalan itu terlihat dalam sebuah pertanyaan: benar jika kafir itu ada beberapa jenis, tapi kafirnya kita yang tarkadang tidak mensyukuri ni’mat lebih ringan dari pada yang jelas2 memutarbalikkan bahkan bisa dikatakan menyerang hokum Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tapi pernyataan ini tetap kusimpan di hati kecilku. Mungkin ini etika yang harus aku junjung tinggi sebagai penghormatan terhadap dosen.
Ketika mata kuliah telah selesai, akupun pulang ke asrama dengan membawa unek2 yang masih mengganjal di benakku. Tapi itu tidak bertahan lama karena terlupakan oleh kegiatanku yang lain.
Sorenya aku tanding futsal dan Alhamdulillah mendapat skor mutlak 6 kosong. Kerjasama yang cukup bagus dan perlu dipertahankan.

No comments: