Hari ini aku mengikuti dua perkuliahan.
kuliah pertama aku belajar tentang penulisan skripsi. Di situ aku lebih
mengenal tentang skripsi dan semakin jelas pemahamanku tentang penulisan dan
hal2 yang berhubungan dengan penelitian khususnya skripsi. Walaupun sebenarnya
materi kuliah ini tentang sosiologi agama namun sepertinya ada salah satu dari
kami yang memancing bapak dosen dengan pertanyaan skripsi yang akhirnya kita
digiring selama dua jam mata kuliah ke arah sana. Bagiku ini tidak masalah
karena yang terpenting ada ilmu yang aku dapatkan.
Dua hal penting yang tidak boleh
dilupakan dalam sebuah penulisan penilitian yaitu: OBJEK MATERIAL & OBJEK FORMAL. Objek
material merupakan variable yang termuat dalam judul. Seperti halnya yang
sekarang aku tulis yaitu terdiri dari tiga variable. Pertama variable
“pemikiran ketuhanan” kedua “Al-Kindi” dan ketiga “Aristoteles”. Ketiga variable
tersebut harus dipahami dan dimengerti dengan baik. Walaupun sebenarnya ketiga
variable tersebut kelihatannya sudah sangat usang atau basi, namun apabila
objek formal yang digunakan berbeda maka hasilnya pun tentunya akan berbeda dan
akan terlihat sebagai suatu penelitian yang baru serta menarik. Oleh karena itu
di sini objek formal yang sering diartikan sebagai sudut pandang/perspektif memiliki posisi yang
sangat penting.
Kedua hal tersebut baik objek material
maupun formal merupakan hal yang wajib adanya dalam setiap penelitian (library
research/lapangan). Hanya saja jika penelitian dilapangan dibutuhkan yang
namanya HIPOTESA
dan juga teorinya dibutuhkan indikator2
yang berupa angket.
Dan ini lazim disebut dengan sampel.
Namun penelitian lapangan ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: tidak
bersifat menyeluruh (karena melalui sample), subjektif
(karena sangat bergantung pada peniliti), bersifat sementara
(karena terikat oleh ruang dan waktu) serta tidak banyak menambah ilmu
baru (karena tidak banyak referensi yang digunakan).
Setelah panjang lebar penjelasan
mengenai skripsi dan hal2 yang berhubungan dengannya, akhirnya tidak ada satu
materi kuliah pun yang di sampaikan. Setelah adanya pengabsenan, bapak dosen
langsung menyampaikan tema yang akan dibahas sabtu depan yaitu tentang KONVERSI
AGAMA.
Pada mata kuliah kedua (fenomenologi
agama) pembahasan lebih difokuskan pada makalah yang dipresentasikan oleh salah
satu temanku tentang “AGAMA
SEBAGAI SUMBER KONFLIK”. Setelah penyampaian makalah, seperti biasanya
waktu dikhususkan untuk sesi Tanya jawab.
Pertanyaan2 dan pernyataan2 pun muncul
dari kami yang ketika itu berjumlah 6 orang. Apakah benar jika agama telah
dijadikan sumber konflik ataukah pemeluk agama yang sengaja menyulut konflik
tersebut?. Akupun langsung angkat bicara: jika dalam pandangan filsafat
perennial memberikan solusi dengan jalan dialog antar agama bukankah itu malah
semakin memperlebar masalah dan mempertajam perselisihan. Karena setiap agama
akan memperlihatkan ideologinya masing2 yang jelas2 berbeda? Bagaimana jika
solusi itu dengan jalan setiap pemeluk agama lebih mendalami agamanya dengan
benar karena aku yakin tidak ada agama yang menginginkan kerusakan di dunia
ini? Agama yang merupakan
“PEACE MAKER” tentunya tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk
saling menumpahkan darah? Pertanyaan dan pernyataan yang aku ajukan ini tidak
lama kemudian ditanggapi oleh bapak dosen.
Menurutnya, setia agama menyuruh umatnya
untuk berperang dalam artian membolehkan konflik yang bersifat vertical yaitu perlawanan dari
kebenaran kepada kejahatan atau dari keadilan terhadap ketidakadilan.
Inilah sebenarnya konflik yang dibolehkan, tandasnya. Kebenaran dan keadilan di sini lebih bersifat
Universal seperti halnya masalah kemanusiaan (pengentasan kemiskinan,
pemberantasan korupsi dan sebagainya). Dan inilah justru konflik yang
dibolehkan dalam agama, tegasnya lagi.
Berbeda halnya yang terjadi sekarang,
konflik yang muncul adalah konflik
horizontal yaitu konflik antara sesama pemeluk agama. Dan inilah
sebenarnya yang ingin diselesaikan oleh para pengusung filsafat perennial
dengan jalan dialog antar agama. Dialog ini diharapkan akan membuahkan
kedamaian antar agama dan terciptanya toleransi antar agama.
Di sini bapak dosen terlihat menjauh
dari pembahasan. Beliau melihat fenomena yang ada dan sangat disayangkan.
Beliau menegaskan: Saya sangat tidak setuju dengan orang2 yang dengan lantang
menghukumi orang lain yang mempunyai pendapat berbeda dengan sebutan KAFIR,
karena manusia tidak memiliki hak seperti itu. Dan jika hal itu dilakukan
berarti manusia telah melampaui kapasitasnya sebagai manusia. Dia telah
mengambil hak preogatif Tuhan. Hanya Tuhanlah yang berhak menghukumi seseorang
itu kafir atau mukmin.
Entah kenapa statement tersebut langsung
menyontakku karena menurutku pernyataan seperti itu adalah pernyataan yang
biasa diungkapkan oleh orang2 liberal. Untuk itu, aku mencoba mengungkapkan
kegundahan hatiku: bukankah Tuhan telah menetapkan criteria siapa orang yang
disebut kafir dan siapa yang disebut mu’min? sebagaimana firmanNya dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 147 “kebenaran dari Tuhanmu…….” Dan juga hadits
nabi yang mengatakan: “perbedaan antara orang mu’mn dan kafir adalah
meninggalkan shalat” tanyaku.
Tidak berselang lama beliaupun menanggapi,
apakah itu cukup bukti bahwa kita mampu menghukumi dia kafir???? Dan banyak
ayat AlQur’an yang mengatakan tentang syukur padahal kita sendiri juga jarang
bersyukur. Itu berarti kita juga termasuk orang kafir donk karena kita kufur
ni’mat?? Untuk itu kemungkinan di sana ada beberapa jenis kekufuran.
Aku tidak menanggapi pernyataan dosenku
tersebut walaupun dalam hati masih mengganjal. Keganjalan itu terlihat dalam
sebuah pertanyaan: benar jika kafir itu ada beberapa jenis, tapi kafirnya kita
yang tarkadang tidak mensyukuri ni’mat lebih ringan dari pada yang jelas2
memutarbalikkan bahkan bisa dikatakan menyerang hokum Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Tapi pernyataan ini tetap kusimpan di hati kecilku. Mungkin ini etika yang
harus aku junjung tinggi sebagai penghormatan terhadap dosen.
Ketika mata kuliah telah selesai, akupun
pulang ke asrama dengan membawa unek2 yang masih mengganjal di benakku. Tapi
itu tidak bertahan lama karena terlupakan oleh kegiatanku yang lain.
Sorenya aku tanding futsal dan Alhamdulillah
mendapat skor mutlak 6 kosong. Kerjasama yang cukup bagus dan perlu
dipertahankan.
No comments:
Post a Comment