Ketika
aku buka buku-buku lama yang merupakan kumpulan catatan kuliah, aku menemukan
berbagai macam pengetahuan yang dulunya pernah aku tulis. Catatan-catatan
tersebut bukan hanya sekedar materi-materi kuliah ataupun kata-kata mutiara
serta motivasi, namun dalam beberapa buku tersebut aku temukan agenda besar
yang menjadi cita-cita dan harapanku di masa mendatang. Diantanya meliputi
pemetaan usia dan pendidikan, penulisan buku baik berupa buku keagamaan maupun
umum, penulisan silabus madrasah dan beberapa lainnya.
Memang
ada benarnya apa yang didengungkan oleh makhfudhat; al’ilmu shaidun, walkitabatu qayyiduhu, qayyid
shuyudaka bil-hibali al-watsiqah, yang jika diterjemahkan secara bebas
yaitu “ilmu adalah binatang buruan, dan tulisan adalah ikatannya, maka ikatlah
binatang buruanmu dengan tali yang kuat.” Tentunya makhfudzatnya ini bermaksud
agar ilmu yang pernah didapat tidak hilang begitu saja.
Ungkapan
tersebut di atas mengisyaratkan bahwa sehebat-hebatnya manusia, siapapun dia
orangnya, maka dia tidak dapat dilepaskan dari sifat pelupa. Karena hakikat
manusia sendiri adalah pelupa. Hal ini terlihat jelas dari asal kata manusia ‘nasiya’ yang berarti
‘lupa’. Oleh karenanya pengalaman mengajari manusia agar meminimalisir sifat
pelupanya dengan cara mencatat setiap apa yang pernah diketahuinya.
Dalam
makhfudzat yang lain juga dikatakan ‘aafatu al-‘ilmi an-nisyan’ yang berarti kecelakaan suatu ilmu
adalah karena lupa. Dengan adanya sifat lupa maka seseorang harus menyadarinya.
Karena banyak orang yang hidup di dunia ini jauh dari kesadaran. Menurut
penelitian yang pernah aku dengar kalau tidak salah hanya lima persen di dunia
ini orang yang sadar. Diperparah lagi ketidaksadarannya terkadang dia lupakan.
Ini berbahaya.
Apakah
karena sifat lupanya, kemudian Allah menghendaki kedzaliman terhadap hamba-Nya?
Apakah Allah menciptakan sifat lupa tanpa sedikitpun manfaat dibaliknya?
Ternyata jika direnungkan tidak demikian adanya. Karena tidak mungkin Allah
memiliki kehendak dan perbuatan yang sia-sia bahkan dzalim terhadap hamba-Nya.
Ini sesuatu hal yang mustahil.
Sebagai
contoh, kita bisa melihat seorang ibu yang telah melahirkan anaknya. Betapa
perih dan sakitnya beliau ketika melahirkan bahkan nyawa yang menjadi taruhan,
namun hal ini tidak menjadikan seorang ibu trauma dan tidak punya hasrat untuk
melahirkan anak yang kedua bahkan ketiga kalinya. Atau contoh lebih dekatnya,
kita semua sebagai makhluk hidup makan setiap hari dan kita juga buang air
besar- walaupun tidak setiap hari. Ketika kita makan, setidak enak apapun
lauknya, kita akan tetap makan. Padahal kalau kita membayangkan buang air besar
di saat kita makan, tentunya menjadikan nafsu makan kita berkurang atau bahkan
hilang. Untungnya kita dianugerahi oleh Allah SWT sifat lupa. Dengan demikian berarti
bahwa sifat lupa juga tidak seluruhnya berarti negative. Ada beberapa manfaat
yang tidak sedikit dibalik sifat lupa.
Kembali
ke tema, buku-buku yang telah aku tulis, setidaknya akan menjadi bahan
perenungan di hari tuaku nanti. Bahkan kalau dikasih kesempatan dan kemampuan
oleh Allah, tidak mustahil, buku-buku tersebut menjadi inspirasi untuk
menciptakan karya-karya besar. Karena tidak sedikit dari para penulis ulung,
yang mereka mampu menulis buku, novel ataupun dalam bentuk tulisan lainnya
mampu menulis buku yang menjadi best seller. Itu bukan sesuatu yang mustahil.
Tidak
sedikit orang yang sukses dalam dunia tulis menulis yang mereka sendiri tidak
menyadari sebelumnya. Bakat tidak menjadikan alas an bagi mereka untuk tidak
menulis. Karena menulis pada hakikatnya adalah kebiasaan. Dan tidak heran jika
banyak kalangan penulis yang mengatakan bahwa menulis merupakan suatu bentuk
keterampilan. Jika demikian maka kemampuan menulis merupakan kemampuan yang
didapatkan dengan jalan terus menerus dipraktekkan. Tanpa praktek sangat
mustahil seseorang dapat menulis.
Bukti
nyata aku dapatkan di hari ini, ketika aku membaca sebuah majalah kampus
“himmah”. Ada tulisan menarik yang terpampang dalam majalah ini, aku terkesima
dengan tulisan seorang mantan anggota Darussalam post-suatu organisasi pondok
yang berkecimpung dalam dunia tulis menulis. Jika dilihat dari lura
‘tampangnya’ maka mungkin sulit untuk dipercaya. Namun jika dilihat dari
tulisannya, maka di sana akan terlihat keorisinilan tulisan yang dituangkannya.
Ini hanya salah satu bukti konkrit tentang pembiasaan dalam dunia tulis
menulis.
DARAH PARA PEJUANG TIDAK JAUH BERBEDA DENGAN TINTA EMAS YANG
DITOREHKAN OLEH PARA PENULIS
A drop of ink can move a million people to think
No comments:
Post a Comment