Oleh: Alex Nanang Agus Sifa
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَا الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى فِى
الْقُرآنِ الْكَرِيْم: ياأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَقْوَى وَاتَّقُوْنِ يَاءُولِى اْلأَلْبَابِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
Hadirin
jamaah Jum’at yang berbahagia!
Marilah kita
senantiasa meningkatan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Karena hanya
takwalah sebaik-baik bekal kita. Shalawat serta salam semoga tercurah
keharibaan baginda Muhammad SAW.
Hadirin
sidang Jum’at rahimakumullah!
Niat merupakan hal yang sangat mendasar
sebelum melaksanakan suatu tindakan. Ia adalah
dasar segala perbuatan (an-niyyah hiya asas al-‘amal). Ketika seseorang
memiliki niat yang baik, maka tindakannya pun akan menjadi baik, begitu juga
sebaliknya.
Dalam kitab lisanul ‘arab, niat adalah
sebuah kehendak hati untuk mengerjakan suatu perkara (‘azmu al-qolbi ‘ala amrin
min al-umur). Ia adalah kehendak
(‘azimah) dan tujuan (al-qoshdu), yaitu hati menyengaja
secara sadar terhadap apa yang dituju atau dimaksud mengerjakannya.
Karena begitu
pentingnya niat, Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-arba’in an-nawawiyyah,
menempatkan hadits tentang niat dalam urutan pertama.
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ. (رواه
متفق
عليه)
Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh, ‘Umar ibn al-Khattab,
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguh amal itu tergantung pada niat melakukannya. Seseorang hanya akan
mendapat sesuai apa yang ia niatkan. Siapa yang berhijrah karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang berhijrah
karena mencari dunia, atau perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
sesuai dengan apa yang ia niatkan.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim.
Banyak pendapat ulama yang menyatakan keuatamaan
hadits tentang niat ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Abul ‘Abbas
Khalid Syamhudi dalam bukunya fikih niat, di antaranya:
1.
Imam Syafi’i berkata,
”Hadits ini merupakan sepertiga ilmu dan masuk dalam tujuh puluh bab masalah
fiqh.”
2.
Abu Abdillah mengatakan,
”Tidak ada satupun hadits yang paling mencakup berbagai masalah dan paling
banyak manfaatnya, melainkan hadits ini.”
3.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata, ”Makna yang ditunjukkan hadits ini merupakan pokok penting
dari prinsip-prinsip agama, bahkan merupakan pokok dari setiap amal.”
Kaitannya dengan hadits niat ini, Ibnu Rajab
Al-Hanbali mengatakan bahwa ketika rasulullah SAW menyebutkan setiap amal
tergantung dengan niat, dan seseorang akan mendapatkan sesuatu tergantung dari
niatnya, maka dua kalimat ini (siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya dan siapa yang berhijrah karena mencari
dunia, atau perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa
yang ia niatkan) merupakan dua contoh perbuatan yang bentuknya sama, akan tetapi berbeda
hasilnya. Maksudnya, dalam bentuknya, keduanya sama-sama melakukan hijrah akan
tetapi yang satu mendapat hasil keuntungan dunia semata dan satunya mendapatkan
hasil keuntungan akhirat.
Padahal, hakikat dari hijrah itu sendiri adalah
berpindah dari negeri kafir ke negeri islam (al-intiqol min biladi al-kufri
ila biladi al-islam) atau berpindah dari kemaksiatan menuju ketaatan (al-intiqol
min al-ma’shiyah ila ath-tho’ah). Ketika seseorang berhijrah dengan niat
atau tujuan memperoleh kesenangan duniawi semata, berarti ia belum dikatakan
melakukan hijrah yang sesungguhnya (al-hijrah al-haqiqiyyah).
Hadirin jamaah
Jum’at yang berbahagia!
Imam Nawawi menjelaskan, niat itu disyariatkan untuk dua hal:
Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan
kebiasaan (adat). Yaitu suatu pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh
seseorang akan berbeda nilainya ketika diniatkan untuk ibadah. Ia akan
mendapatkan nilai lebih dari pekerjaannya. Sebagai contoh misalnya, seseorang
bekerja keras untuk mendapatkan uang 50 ribu rupiah. Kerja keras tersebut tidak
akan bernilai ibadah ketika hanya diniatkan mengumpulkan uang agar bisa
mencukupi kebutuhan hidup harian. Akan tetapi akan bernilai ibadah ketika ia
niatkan untuk memenuhi kewajiban, memanfaatkan tenaga dan fikiran yang telah
Allah anugerahkan. Atau contoh lain misalnya seseorang yang tidur. Aktifitas
tidur tersebut tidak akan bernilai ibadah jika hanya diniatkan untuk
menghilangkan rasa lelah setelah seharian bekerja dan hanya dianggap sebagai
sebuah kebiasaan. Akan tetapi tidur menjadi sebuah nilai ibadah ketika tidur
tersebut diniatkan ibadah dengan cara mengawali dan mengakhirinya dengan doa
serta cara tidurnya mengikuti cara tidur yang dicontohkan oleh Nabi SAW.
Kedua, untuk membedakan antara satu ibadah
dengan ibadah yang lain. Seseorang yang mengerjakan ibadah shalat dua roka’at
misalnya. Ia akan mendapatkan pahala yang berbeda, ketika yang satu diniatkan
untuk shalat tahajud dan yang satunya diniatkan untuk shalat sunnah fajar.
Keduanya sama-sama shalat sunnah dua rakaat, akan tetapi nilainya menjadi
berbeda dikarenakan niat yang berbeda.
Dengan niat, sesuatu pekerjaan menjadi berbeda
nilainya. Hadits Nabi SAW di bawah ini akan menggambarkan kepada kita betapa
luar biasanya kekuatan niat bagi suatu amal. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ
اللهُ مَالاً وَعِلْمًا ، فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ ، وَيَصِلُ فِيهِ
رَحِمَهُ ، وَيَعْلَمُ ِللهِ فِيهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ ،
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً ، فَهُوَ صَادِقُ
النِّيَّةِ ، يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ ،
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً
وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ، لاَ
يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلاَ يَعْلَمُ ِللهِ فِيهِ
حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالاً
وَلاَ عِلْمًا، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ
فُلاَنٍ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ. (أخرجه أحمد والتِّرمِذي)
Di dalam hadits lain juga dijelaskan,
عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - عَنِ النَّبِىِّ صلى
الله عليه وسلم فِيمَا يَرْوِى عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ قَالَ: إِنَّ
اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ
بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ
هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ
سَيِّئَةً وَاحِدَةً. (أخرجه البُخَارِي ومسلم)
Hadirin jamaah
Jum’at yang berbahagia!
Niat juga bisa menjadikan suatu amal yang kecil
bernilai besar dan juga amal yang besar bernilai kecil, Abdullah bin Mubarak pernah mengatakan:
رُبَّ عَمَلٍ صَغِيْرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ وَ رُبَّ عَمَلٍ
كَبيْرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ
“Bisa jadi amal kecil menjadi besar
disebabkan oleh niat dan bisa jadi amal besar menjadi kecil disebabkan oleh
niat.”
Seseorang
yang membuang duri atau batu kecil (kerikil) di jalan bisa memperoleh pahala
berlipat ganda, ketika ia niatkan ibadah. Karena dalam Islam, membuang sesuatu
apapun yang menghalangi jalan (imathotu al-adza ‘an ath-thoriq) termasuk
sedekah. Namun seseorang yang berhaji misalnya, menghabiskan biaya yang tidak
sedikit, waktu, tenaga dan pikiran, tidak akan bernilai ibadah ketika di
hatinya ia niatkan ingin dipuji orang.
Begitu
juga kelak di hari pembalasan, niat akan sangat menentukan kebahagiaan atau
kesengsaraan seseorang walaupun tindakan yang ia kerjakan di dunia terlihat
sebuah kebaikan. Sekali lagi, ini disebabkan pengaruh niat. Rasulullah SAW
pernah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sebuah
hadits yang cukup panjang di bawah ini:
Orang pertama
yang ditanya di hari kiamat ialah seorang yang ingin mati dalam peperangan,
lalu ia melakukanya, orang itu diberitahu akan balasan dan kenikmatannya, ia
mengetahuinya, Allah berfirman: “Apa yang telah kamu lakukan untuk itu?” Ia
menjawab: “Aku berperang dijalan-Mu
sampai aku mati”. Allah berfirman: “Kamu bohong, karena kamu berperang agar
kamu dikatakan seorang pemberani”. Dikatakan bahwa Allah memasukkannya dalam
neraka.
Kedua, seorang yang belajar al-Qur’an, mengajarkannya dan
membacanya, orang itu melakukannya, ia diberitahu akan kenikmatan yang akan
didapatkannya, Allah berfirman: “Apa yang telah kamu perbuat?” ia menjawab:
“Aku belajar al-Qur’an, aku mengajarkannya dan aku membaca al-Qur’an untuk-Mu.
Allah berfirman: “Kamu bohong, karena kamu belajar al-Qur’an supaya kamu
dikatakan seorang yang berilmu, kamu membaca al-Qur’an agar kamu dikatakan
sebagai qari’. Dikatakan bahwa Allah memasukkannya dalam neraka.
Ketiga, yaitu seorang
yang dilapangkan rizkinya, ia banyak bersedekah dari hartanya, orang itu
melakukannya, diterangkan akan kenikmatan yang akan didapatkannya dan ia pun
mengetahuinya, Allah berfirman: “Apa yang telah kamu lakukan untuk itu?” ia
berkata: “Tidak ada jalan yang Engkau kehendaki dariku untuk berinfaq, kecuali
aku lakukan untuk-Mu”. Allah berfirman: “Kamu bohong, karena kamu
melakukannya agar dikatakan: “dermawan”. Dikatakan bahwa Allah memasukkannya
dalam neraka. (H.R Muslim)
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Gugur di medan perang adalah suatu
hal yang sangat mulia. Belajar dan mengajarkan Al-Qur’an merupakan sebaik-baik
manusia. Menafkahkan harta merupakan suatu hal yang sangat bijaksana. Akan
tetapi ketiganya tidak berarti dan tidak bermakna ketika tidak didasari dengan
niat yang benar dan sempurna.
Sungguh merugi manusia yang
demikian. Berharap amal sudah tersedia tapi kenyataannya tak bernilai di sisi
Allah SWT. Pengorbanannya selama di dunia menjadi sia-sia dikarenakan salah
dalam niatnya.
Adapun masalah
haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya niat dan tujuan itu.
Bagaimanapun baiknya rencana, selama ia itu tidak dibenarkan oleh agama, maka selamanya yang haram itu tidak boleh digunakan alat untuk mencapai tujuan yang baik. Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan yang baik dan caranya pun harus baik juga. Islam tidak membenarkan prinsip apa yang disebut al-ghayah
tubarriru al-wasilah (untuk mencapai tujuan, cara
apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan al-wushulu ila al-haq bi al-khaudhi fi al-katsiri min al-bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu
yang baik, boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada
adalah sebaliknya, menurut
Islam, setiap tujuan baik harus dicapai
dengan cara yang baik pula.
Oleh karena
itu, barangsiapa mengumpulkan uang yang diperoleh dengan jalan riba, korupsi, maksiat, permainan haram, judi dan sebagainya yang dapat
dikategorikan haram, dengan maksud untuk mendirikan masjid atau untuk
terlaksananya rencana-rencana yang baik lainnya, maka tujuan baiknya tidak akan
menjadi bermanfaat baginya. Dalam hal
ini, sesuatu yang haram dalam syariat Islam tidak
dapat dipengaruhi oleh tujuan dan niat. Demikian seperti apa yang
diajarkan kepada kita oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disabdakan:
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ
لاَيَقْبَلُ إِلاَّطَيِّبًا (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang
baik.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, menurut Islam, setiap amal
shalih mempunyai dua syarat, yang tidak akan diterima kecuali dengan keduanya,
yaitu pertama, niat yang ikhlas. Kedua, sesuai dengan sunnah,
mengikuti contoh Nabi SAW. Dengan syarat pertama, kebenaran batin akan
terwujud. Dan dengan syarat kedua, kebenaran lahir akan terwujud.
Dua syarat ini, bila salah satunya tidak terpenuhi,
maka sebuah amal perbuatan tidak tergolong ibadah yang diterima oleh Allah SWT.
Jadi, setiap amal shalih harus melalui ikhlas dan benar sesuai tuntunan. Ikhlas
karena Allah, dan benar mengikuti petunjuk Rasulullah. Kaitannya dengan ini,
Ibnu Mas’ud mengatakan:
لا
ينفع قول إلا بعمل، ولا ينفع قول وعمل إلا بنية، ولا ينفع قول وعمل ونية إلا مما
وافق السنة.
“Ucapan tidak bermanfaat
kecuali dibarengi dengan tindakan; ucapan dan tindakan tidak bermanfaat kecuali
dibarengi dengan niat; dan ucapan, tindakan serta niat juga tidak bermanfaat
kecuali sesuai dengan apa yang terdapat dalam sunnah Rasulillah.”
Al-Fadhil bin ‘Iyadh juga mengatakan:
إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل، وإذا كان
صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل، حتى يكون خالصا وصوابا، والخالص: أن يكون لله،
والصواب: أن يكون على السنة
“Sesungguhnya amal perbuatan
itu apabila ikhlas namun tidak benar maka ditolak, apabila benar tapi tidak
ikhlas juga ditolak, sehingga perbuatan tersebut ikhlas dan benar. Yaitu ikhlas
karena Allah dan benar mengikuti sunnah Rasulullah.”
Hadirin jamaah
Jum’at yang berbahagia!
Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga pernah
mengatakan bahwa sesungguhnya amal perbuatan yang diterima harus memenuhi dua
syarat. Pertama, niat ikhlas karena Allah. Kedua, benar dan
sesuai syari’at. Jika dilakukan dengan niat ikhlas tetapi tidak benar dalam
mengerjakannya maka tidak akan diterima, begitu juga sebaliknya.
Jadi suatu aktifitas, perbuatan, tindakan atau
pekerjaan, akan menjadi baik dan bernilai ketika diawali dengan niat yang benar
dan dilaksanakan dengan cara yang benar pula. Ibnul Qayyim berkata, ”Sebagian
ulama salaf mengatakan, tidaklah suatu pekerjaan meskipun kecil, melainkan
dibentangkan kepadanya dua catatan, mengapa dan bagaimana? Yakni, mengapa
engkau melakukan (tujuan), dan bagaimana engkau melakukan (cara)?”
Niat
merupakan aspek pertama yang harus diperhatikan sebelum seseorang melangkah
untuk melakukan suatu tindakan. Sebuah aktivitas seperti halnya makan, tidur,
belajar, bekerja adalah aktivitas biasa, tetapi bila aktivitas itu diniatkan
ibadah maka akan bernilai pahala yang luar biasa.
Namun, aktivitas yang dinamakan ibadah akan menjadi
aktivitas biasa tanpa pahala ketika salah dalam niatnya. Sebagai contoh shalat
sunah dan sedekah adalah ibadah, tetapi bila dilakukan agar bisa dilihat
temannya, atasannya, atau orang lain, dan berharap pujian dari mereka, maka
hanya menjadi aktivitas yang tidak bernilai berpahala.
Dalam meraih tujuan dan cita-cita kita, marilah kita
terlebih dahulu meluruskan, membulatkan dan meneguhkan niat kita. Apapun tindakan, tujuan ataupun cita-cita kita, selama itu baik dan benar
maka insya Allah akan bernilai ibadah, yang akan kita petik hasilnya baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِكْرِ الْحَكِيْمِ. فَتَقَبَّلْ مِنيِّ وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ الْعَلِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَجْمَعِيْنَ............
Khutbah
Kedua
الحمد لله رب
العاليمن، والعاقبة للمتقين، ولا عدوان إلا على الظالمين. وأشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، المبعوث رحمة للعالمين.
أما بعد،
فأوصيكم أيها الناس ونفسى بتقوى الله، اتقو الله حق تقاته، اتقوه ما استطعتم،
اتقوه وقولوا قولا سديدا، يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم، ومن يطع الله ورسوله
فقد فاز فوزا عظيما.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ
أَجْمَعِيْنَ.
الحمد لله رب
العالمين حمدا شاكرين حمدا ناعمين حمدا يعافى نعمه ويكافى مزيده ياربنا لك الحمد
كما ينبغى لجلال وجهك وعظيم سلطانك.
اللهم نوّر
قلوبنا وأفكارنا بنور هدايتك كما نورت الأرض بنور شمسك أبدا أبدا برحمتك يا أرحم
الراحمين. اللهم ارنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وارنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
اللهم إنا
نعوذبك من قول بلا عمل ونعوذبك من عمل بلا إخلاص
اللهم اجعلنا
من أهل العلم وأهل العمل وأهل الإخلاص وأهل الخير وأهل العبادة وأهل الطاعة وأهل
الحكمة أهل الصدقة وأهل الجنة
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عباد الله،
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ
فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ. أقم الصلاة....
No comments:
Post a Comment