Oleh: Alex Nanang Agus Sifa
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ
الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ
بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah…
Rasanya
tak habis-habisnya kita mesti bersyukur kepada Allah, karena dari limpahan
rahmat dan karuniaNya, hingga kini kita tetap bertahan menjaga keimanan kita
sebagai tingkat nikmat yang paling tinggi. Syahadatpun harus selalu kita
benahi, biar lebih mendekati makna yang hakiki. Sanjungan shalawat kita
sampaikan kepada Baginda Rasul, ujung tombak pembawa pelita kehidupan.
Selanjutnya… jamaah Jum’at yang
berbahagia.
Dari
mimbar ini pula saya selaku khatib menyerukan kepada diri saya pribadi, umumnya kepada para
jamaah sekalian untuk selalu menjaga, mempertahankan dan terus berupaya
meningkatkan nilai-nilai taqwa, hanya dengan taqwalah kita selamat di hari
pengadilanNya.
Hadirin
jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada
kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam
surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat
ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita,
adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu
wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan
kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah
dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin
mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang
digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami
beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada
Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika
datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami
adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada
semua manusia”?
Hadirin
jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila
kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita
miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala
:
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus
menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka
marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan
Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah
memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian
yang berat.
Apakah
kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa
malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya
pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah
214).
Rasulullah
SAW
mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka
mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab
Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ
مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ
دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ
مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum
kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya,
akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah
dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya...
(HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari
dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah
kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita?
cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah
kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita
memper-hatikan perjuangan Rasulullah SAW dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman
mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka
rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun
mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan
tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu
meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun
belum ada?
Hadirin
sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian
yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda. Dan
ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian
yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang
pertama:
Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada
Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini
adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal,
bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal
anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat
berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan
di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim AS yang benar-benar sudah tahan uji,
sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat
itupun dijalankan. Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat
itupun dijalankannya dan tentunya sangat perlu untuk kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam
kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan
dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya.
Yang
kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang
terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan
cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan
kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di
rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf
Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari
godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat
kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap
Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim
di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran
merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah
berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku
sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi
barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah
penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari
sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun
sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat
setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya
media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik
dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual
para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu
ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap
siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada
siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ
إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ
فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam
lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan
seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR.
Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan,
juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz
7 hal. 120-121).
Yang
ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena
penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi
Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk
sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari
penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa
sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh
kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan
mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun,
sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a
kepada Allah:
“Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku
diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal.
51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub
Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air
dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun
ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat,
namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak
sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk
menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara
kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin
tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Sidang
jamaah rahima kumullah
Yang
keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan
orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada
di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji
dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan
nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah di akhir tahun ketujuh
kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan
apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul
Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu
bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya
terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang
hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 182).
Juga
apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang
dialami oleh Yasir dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di
jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu
yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah
sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota
Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram
Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan
masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan
penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun
penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para
shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah
yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang
akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam
di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah
lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman
mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin.
Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim
terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang,
bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain,
tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ,
tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4
sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit,
yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya,
sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang
beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang
Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa
seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak,
selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah
ditentukan oleh Allah.
Kita
berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan
aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan
semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari
berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir
dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk
berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah
pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah. Dan tentunya kita memohon kepada Allah agar senantiasa
diberikan kekuatan iman dalam mengarungi kehidupan dan memperjuangkan agama
Islam.
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) (#rçÝÇZs? ©!$# öNä.÷ÝÇZt ôMÎm6s[ãur ö/ä3tB#yø%r& ÇÐÈ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah
Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin
jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Sebagai
orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk
menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu
adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا
اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ.
(رواه الترمذي، وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya
besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila
Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha
baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib
dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal.
519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah
dalam menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita. Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا
بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
No comments:
Post a Comment