Saling memaafkan
merupakan sesuatu hal yang sudah selayaknya menjadi akhlak bagi kita sebagai
seorang muslim. Karena, saling memaafkan dapat melanggengkan hubungan ukhuwah
islamiyyah diantara kita. Rasa ketersinggungan hati dan kekecewaan yang pernah
terlintas di benak kita sesama muslim akan hilang dengan adanya sikap saling
memaafkan.
Islam
sebagai agama rahmatan lil’alamin sangat menuntut umatnya untuk sentiasa
mudah meminta maaf dan mudah memberi maaf terhadap sesama saudaranya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa, barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan
Sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu
dosapun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat
zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak, mereka itu
mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan,
Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”
(Q.S. As Syura: 40)
Dari ayat di atas,
nilai atau hikmah yang bisa kita petik adalah bahwa kita sebagai muslim diperbolehkan
oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala
untuk membalas kedzaliman orang yang mendzalimi kita. Karena membalas
kedzaliman dengan hal yang semisalnya merupakan bentuk pembelaan diri dan bukan
sebuah dosa. Akan tetapi, ketika kita mau bersabar dan memaafkan orang yang
mendzalimi kita, maka sesungguhnya hal yang demikian itu lebih utama. Artinya,
ketika kita mau memaafkan orang yang telah berbuat aniaya atau dzalim terhadap diri
kita maka kita akan memperoleh keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah aturan Islam
yang penuh dengan kasih sayang. Islam telah mengatur tatanan kehidupan manusia,
yang salah satunya adalah dengan memerintahkan kepada manusia untuk saling
memaafkan. Apabila kita sebagai pihak yang bersalah atau yang berbuat dzalim,
maka sudah sewajarnya kita meminta maaf. Begitu juga sebaliknya, apabila kita
sebagai pihak yang didzalimi, maka kita juga harus memberi kesempatan orang
yang mendzalimi tersebut untuk meminta maaf dan kita siap untuk memaafkan.
Dalam Islam, meminta
maaf bukan berarti sifat yang dimiliki oleh orang yang lemah sebagaimana
persangkaan sebagian orang. Meminta maaf bukanlah merupakan kelemahan, justru
kelemahan itu sendiri adalah seseorang yang menyembunyikan kesalahannya dan
berlindung dibalik kesombongan dan bersikukuh dengannya. Orang yang meminta
maaf adalah orang yang berani. Dikatakan berani karena dia mau mengakui
kesalahan yang telah dia perbuat dan meminta maaf atasnya. Sedangkan orang yang
memaafkan adalah masuk dalam golongan orang yang sabar, karena dia telah
menahan dirinya untuk tidak membalas kedzaliman dengan kedzaliman dan dia mau
memaafkan orang yang telah mendzaliminya.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah Dzat Maha Pengampun dan Pemaaf. Dia mengampuni dan memaafkan
dosa dan kesalahan setiap hamba yang mau bertaubat kepada-Nya. Jika Allah Subhanahu
wa Ta’ala saja sebagai pencipta kita maha memaafkan bagi setiap hamba yang
mau meminta maaf kepada-Nya, masa kita sebagai ciptaan-Nya tidak mau memaafkan
saudara kita sesama muslim. Apalagi di dalam moment hari raya idul fitri. Sudah
menjadi ajaran Islam memanfaatkan moment Idul Fitri untuk saling memaafkan,
menjalin silaturahim, merapatkan kembali hubungan yang terenggangkan oleh
masalah-masalah kehidupan.
Namun demikian, dalam
Islam, saling memaafkan tidak hanya berlaku di hari raya Idul
Fitri akan
tetapi juga di hari-hari biasa. Karena, dalam satu tahun yg jumlahnya kurang
lebih 365 hari, tentunya banyak diantara kita yang baik disengaja maupun tidak
sengaja berbuat salah kepada orang lain. Untuk itu, tidaklah tepat jika kita
saling memaafkan hanya satu kali dalam satu tahun. Meminta maaf tidak
semestinya di hari raya saja karena kita tidak tahu apakah Allah Subhanahu
wa Ta’ala masih memanjangkan umur kita untuk dapat berada di hari raya yang
akan datang.
Oleh karena itu,
marilah kita saling memaafkan dan jadikan ia sebagai amalan harian kita. Dengan
tujuan, agar kita bisa masuk menjadi salah satu ciri orang yang bertaqwa (muttaqin)
dan memasuki surga yang telah disediakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala sebagaimana firmannya: “Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang
menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S. Al-Imran: 133-134)
No comments:
Post a Comment