Sebagai
manusia, tentunya kita mengharapkan yang namanya ketenangan. Tidak ada
seorangpun yang hidup di dunia ini kecuali menghendaki dirinya tenang. Banyak
cara dan jalan yang ditempuh demi mendapatkannya. Bahkan seluruh keseharian
manusia, gerak gerik hidupnya selalu berusaha mendekati sekaligus meraihnya.
Tentunya, cara dan jalan yang ditempuh oleh setiap orang berbeda-beda, sesuai
dengan ilmu serta pengetahuan yang dimiliki mereka. Ada yang menganggap bahwa
dengan materi ketenangan dapat dicari. Mereka berusaha sekuat tenaga
mengumpulkan materi demi memperoleh ketenangan sejati. Bahkan tidak sedikit
yang menghalalkan segala cara demi materi yang mereka yakini dapat mengantarkan
mereka ke dalam ketenangan sejati. Akan tetapi, setelah materi terkumpul, belum
juga ketenangan muncul. Dengan demikian materi ternyata tidak dapat
mengantarkan manusia sampai pada ketenangan sejati. Justru karena materi, tidak
sedikit yang terperdaya sampai mati.
Ada juga anggapan diantara mereka yang meyakini jika ketenangan dapat diraih
dengan kekuasaan. Mereka menyusun rencana, strategi demi kekuasaan tertinggi.
Mereka yakin jika kekuasaan telah diperoleh, maka ketenanganpun akan ditoreh.
Namun, ketika kekuasaan sudah di genggaman tangan, ketenangan tak kunjung
mereka dapatkan. Bahkan tak jarang kekuasaan itu mendorong diri mereka ke arah
kedzaliman. Bukan hanya ketika kekuasaan tersebut sudah berjalan, tapi juga
ketika masih dalam pencapaian. Sungguh, kekuasaan hanya akan menjadi malapetaka
ketika diiringi ambisi untuk kepentingan dunia semata.
Di sisi lain, ada juga yang meyakini bahwa ketenangan akan didapatkan ketika
sudah mendapatkan pasangan. Mereka beranggapan bahwa dengan hadirnya pria atau
wanita idaman, ketenangan akan dirasakan. Berbagai cara untuk mendapatkan pria
atau wanita idaman pun dilakukan. Mulai dari bersolek, berdandan, bergaya yang
kesemuanya itu tidak lain merias sekujur badan, mempertontonkan ketampanan
maupun kecantikan. Bahkan, ada yang berlebihan dalam berpenampilan. Padahal
penampilan yang berlebihan semakin menjauhkannya pada keaslian dirinya.
Akhirnya, setelah pasangan yang didambakan sudah di depan pandangan,
ketenanganpun tak kunjung datang.
Lalu jika bukan dari materi, kekuasaan dan adanya pasangan, sebenarnya sesuatu
semacam apakah yang dapat menjadikan seseorang itu merasakan ketenangan?
Ternyata, jika direnungkan, ketenangan merupakan sesuatu yang abstrak, tak
nampak oleh pandangan tapi dapat dirasakan. Ketenangan adalah rasa yang tak
terlihat oleh mata. Seseorang tak dapat menilai orang lain itu sedang dalam
keadaan tenang, karena dia tidak dapat merasakan apa yang sedang orang lain
rasakan. Seseorang hanya dapat menilai orang lain dari fisik belaka. Sedangkan
ketenangan merupakan rasa yang metafisik yang tak terlihat oleh mata.
Ikhwati fillah, jika diri kita tenang karena banyaknya uang, maka sadarlah
bahwa itu adalah kenyamanan yang tak panjang. Karena ketika uang telah habis
atau hilang, maka ketenanganpun akan menyertai bersama habis dan hilangnya
uang. Ketika kita merasa tenang dengan benda-benda keduniawiaan, maka
ketahuilah bahwa itu hanyalah ketenangan tipu daya syaitan. Sedangkan syaitan hanya
menjanjikan kefaqiran dan menyuruh berbuat kejahatan (asy-syaithanu
ya’idukum al-faqra wa ya’murkum bi al-fahsya/QS. Al-Baqoroh: 268). Tidak
sedikit manusia yang tertipu karena menuruti hawa nafsu dan termakan oleh bujuk
rayu syaitan yang menggiurkan.
Ikhwati
fillah, ketenangan adalah rasa. Ia tak terlihat oleh mata tapi nyata adanya. Ia
abstrak dan tak nampak. Hanya dapat dirasa oleh setiap hati yang terjaga
mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan harta, tahta, wanita serta semua
perhiasan dunia hanya akan mengantarkan kepada ketenangan ketika diiringi
dengan bimbingan agama yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ikhwati
fillah, ketahuilah bahwa ketenangan sebenarnya hanyalah milik-Nya. Dialah yang
menganugerahkan ketenangan sejati yang tak pernah mati. Hanya dengan
mengingat-Nya, hati menjadi tenang dan jauh dari kebimbangan dalam mengarungi
kehidupan. Tidakkah kita mengetahui akan firman-Nya: “hanya dengan
mengingat Allah, hati menjadi tenang”, (ala bidzikrillah tathmainnu
al-qulub/QS. Ar-Ra’du: 28). Wallahu ‘alam bish-shawwab.
(artikel ini merupakan
ringkasan dari kitab As-Sa’adah Al-Qushwa Fi Falsafati Ibni Maskawaih wa
Thuruq Tahshiliha karya Dr. Thoha Abdus Salam Khudhoir).
Alex Nanang Agus Sifa
No comments:
Post a Comment