Bersungguh-sungguh
merupakan faktor penting untuk meraih sebuah keberhasilan dan kesukesan. Tidak
ada kata berhasil dan sukses kecuali bagi mereka yang bersungguh sungguh. Dan nilai
keberhasilan serta kesukesan seseorang sangat berbanding lurus dengan seberapa
besar kesungguhannya. Man Jadda wajada, begitulah sebuah makhfudzat Arab
mengatakan.
Makhfudzat yang
terdiri dari tiga kata tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut; kata “man”
dalam kaidah bahasa Arab merupakan “huruf syarat” yang berarti “siapa”. Dengan
demikian siapapun orangnya, baik itu orang yang beragama Islam, Kristen,
Yahudi, Hindu, Budha ataupun ateis sekalipun; orang aborigin, negro maupun
indian sekalipun; ketika dia bersungguh-sungguh (jadda) maka dia akan
mendapatkan (wajada) apa yang dia harapkan. Sedangkan kata “jadda”, yang
memiliki makna “bersungguh sungguh”, mengandung arti umum yang berarti
kesungguhan dalam segi apapun, dalam hal-hal yang positif maupun negatif.
Adapun kata “wajada” yang dalam kalimat tersebut merupakan “jawab syarat” dari
huruf syarat “man” adalah sebuah implikasi atau hasil dari bersungguh-sungguh (jadda).
Jadi, kesungguhan merupakan aspek penting yang menentukan seseorang dalam
mendapatkan apa yang dicita-citakannya bahkan kesungguhan merupakan syarat
untuk meraih kesuksesan.
Kata
bersungguh-sungguh “jadda” dalam konsep Islam terkait dengan tiga
istilah penting, yaitu jihad, ijtihad dan mujahadah. Ketiga kata tersebut
secara umum memiliki arti yang sama, yaitu “bersungguh-sungguh.” Hanya saja
dalam aplikasinya, ketiga kata ini memiliki posisinya masing-masing, seperti
jihad merupakan kesungguhan melalui fisik, ijtihad kesungguhan melalui akal
pikiran dan mujahadah kesungguhan melalui hati. Apabila ketiganya sudah menyatu
dan terintegrasi dalam diri seorang mukmin, maka akan terbentuklah pribadi yang
tangguh yaitu ribadi yang dalam istilah tokoh intelektual muslim terkenal, Sir
Iqbal, disebut sebagai al-insan al-kamil (manusia yang sempurna).
Banyak orang yang
dalam meraih impiannya telah terinspirasi oleh makhfudzat singkat namun syarat
makna ini. Mereka yang mau meresapi makna terdalam dari makhfudzat ini, akan
mampu mencapai apa yang dicita-citakannya. Kita masih ingat sang penulis novel
best seller Ahmad Fuadi yang menulis novel berjudul “Negeri 5 Menara”. Ketika
dalam suatu wawancara di salah satu TV swasta, dia ditanya oleh sang moderator;
apa yang membuat anda seperti sekarang sehingga anda dapat menelorkan sebuah
karya non-fiksi sebagus ini? Pertanyaan itu kemudian dijawab dengan nada mantap
oleh sang penulis; semua ini tidak lain karena saya memiliki prinsip “man
jadda wajada”. Dengan prinsip ini saya yakin bahwa apapun cita-cita kita,
selama kita bersungguh sungguh maka kita akan mendapatkannya, tentunya juga
dengan selalu mengharap dan berdoa kepada Allah Ta’ala, ungkap penulis yang
pernah ditawari 8 jenis beasiswa sekaligus. Itulah salah satu kisah dari sekian
banyak kisah orang yang meresapi, memahami, mendalami serta menjalani
makhfudzat ini.
Dalam
budaya Jawa, juga terdapat ungkapan yang cukup berkesan dan tentunya masih
berhubungan erat dengan makhfudzat yang satu ini; “Sapa sing tekun, mesti
bakal tekan senajan kudu nganggo teken”. Maksudnya, orang yang di dalam
jiwanya sudah tertanam semangat ketekunan, maka dia akan senantiasa berusaha
untuk mewujudkan apa yang dicita-citakannya, walaupun dia harus menggunakan
tongkat agar sampai pada yang ditujunya itu. Ibarat seorang pendaki gunung.
Ketika dia sudah berkomitmen di dalam dirinya untuk mendaki gunung, maka dia
akan terus mendaki setapak demi setapak. Ketika di tengah perjalanan dia
menghadapi berbagai macam rintangan dan hambatan, hal itu tidak menyulutkan
nyalinya untuk tetap mendaki. Semak belukar, batu terjal dan berbagai macam
kendala akan tetap dilaluinya walaupun dia harus berjalan terseak-seak dengan
ditemani sebatang tongkat di tangannya. Itulah hakikat ketekunan yang tentunya
tidak bisa lepas dari kesungguhannya untuk meraih harapannya agar sampai di
puncak.
Ketika kita melihat
orang berhasil dengan kesuksesan yang luar biasa, itu bukan berarti disebabkan
mereka yang luar biasa, tapi dikarenakan mereka bersungguh-sungguh secara luar
biasa. Namun sayangnya, kebanyakan dari kita terkadang hanya melihat mereka
dari apa yang mereka dapatkan sekarang. Kita jarang menanyakan mereka yang
dulu. Bagaimana mereka meraih kesuksesan yang seperti sekarang kita lihat.
Untuk itu paradigma dan persepsi kita sudah seharusnya dirubah. Kita pelajari
bagaimana mereka sukses bukan kesuksesan seperti apa yang mereka dapatkan.
Dan
ketika kita mempunyai cita-cita serta harapan, maka ada satu hal yang harus
dikerjakan yaitu kesungguhan dalam mewujudkannya. Kesungguhan di dalam proses
tersebut akan menentukan hasil yang akan dicapai. Semakin besar kesungguhan maka
akan semakin mendekatkan pada hasil. Namun sebaliknya, apabila kesungguhan
tidak ada, tentunya tidak pantas untuk menunggu hasil.
Hidup yang tidak
dilalui dengan kesungguhan dan perjuangan adalah hidup yang tidak layak untuk
dilanjutkan. Karena kesuksesan berbanding lurus dengan kesungguhan dan
perjuangan, maka tanpa keduanya tidak ada yang namanya kesuksesan. Wallahu
a’lamu bish-shawwab.
No comments:
Post a Comment