Aku lalui dua hari
kemarin tanpa kegiatan menulis. Padahal, ada beberapa hal menarik yang
seharusnya aku tuangkan dalam tulisan. Tapi mungkin karena factor kemalasan
atau karena kurang mood jadi kegiatan menulis aku tunda selama dua hari
tersebut. Hal itu berimplikasi pada beberapa kegiatanku yang tak terekam dalam
tulisan dan sekarang ini bahkan sudah terlupakan. Hanya bebrapa yang masih
terngiang dalam pikiran seperti penulisan latar belakan proposal skripsi,
pengajuan kepada musyrif dan juga kajian yang bertemakan INDIGO (Indonesia
Digital Community) dengan pembicara dari staff ISID. Aku tidak boleh terus-terusan
membiarkan hari-hariku tanpa menulis. Jika hal ini terjadi tentunya berakibat
pada kebiasan yang tak terkendalikan dan membunuh bakat menulisku.
Di hari sabtu ini, jadwal kuliahku adalah sosiologi agama
dan fenomenologi agama. Kedua mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang
sebenarnya untuk kawasan prodi Perbandingan Agama. Akan tetapi mungkin karena
ini dianggap penting bagi prodi Aqidah Filsafat jadi kedua mata kuliah ini juga
dianjurkan untuk dipelajari oleh prodi Aqidah Filsafat.
Kedua mata kuliah tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan mata kuliah yang telah aku pelajari sebelumnya (di semester 4 dan 5) seperti
antropologi agama, psikologi agama dan filsafat agama. Semua mata kuliah
seperti menjadikan agama
sebagai objek material dan kata yang tersebut sebelum kata agama menjadi
objek formalnya. Di dalam disiplin ilmu-ilmu ini, tidak ada unsure-unsur penghakiman/pengadilan begitu juga
dengan dogma-dogma agama. Semuanya dilihat berdasarkan data dan fakta.
Objek suatu ilmu harus bersifat konkrit, tidak boleh
sebaliknya (abstrak). Seperti misalnya Tuhan atau pemikiran ketuhanan, kedua
term ini tidak dapat dijadikan suatu penelitian karena keduanya merupakan
sesuatu yang abstrak/metafisik. Persyaratan agar keduanya dapat dijadikan sebagai
suatu penelitian adalah dengan mengkonkritkannya dengan tokoh tertentu. Hal
tersebut dimaksudkan agar ada dua variable yang dapat dijadikan penelitian
dengan menggunakan teori tertentu.
Karena suatu penelitian dianggap benar apabila penelitian
tersebut menggunakan teori. Penggunaan teori tersebut dimaksudkan agar peneliti
yang lain juga berkesempatan untuk melakukan penelitian yang sama. Jika suatu
penelitian mengabaikan dan tidak menggunakan teori maka penelitian tersebut
dianggap batal. Disebabkan teori yang digunakan tidak mengandung dua criteria
kebenaran yaitu makna koherensi[1] dan korespondensi[2]. (sedikit pemaparan dari
dosen)
Ponorogo
|
Surabaya
|
Bus/ motor dll
Lewat jalur utara atau selatan
|
Teori
|
Berbeda
teori maka akan berbeda hasil. Oleh karena itu teori merupakan aspek penting
dalam penelitian tidak terkecuali penulisan skripsi.
Sedangkan
kaitannya dengan sosiologi agama, di sini agama dilihat atau dipandang dari
segi social. Bagaimana sikap masyarakat terhadap agama. Jadi yang diteliti
bukan agamanya akan tetapi sikap masyarakat terhadap agama itu sendiri. Oleh
karena itu banyak diketemukan teori yang menyatakan akan keterpengaruhan
masyarakat oleh agama ataupun sebaliknya.
Sekarang
aku ingin mendeskripsikan apa yang aku dapatkan di hari ini dalam mata kuliah
fenomenologi agama yang diampu oleh Muhammad Muslih, MA (kandidat doctor di
bidang pemikiran islam). Dosen yang satu ini bisa dikatakan penulis aktif.
Karena banyak sekali karya yang telah ditulisnya baik berupa buku maupun
artikel/makalah. Buku yang beliau tulis setauku diantaranya, religious studies,
filsafat umum dan filsafat ilmu. Buku yang pertama sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Belanda sedangkan buku yang disebutkan terakhir mendapat penghargaan
oleh pemerintah dan sekarang sudah sampai pada cetakan ke5. Sungguh prestasi
yang luar biasa.
Banyak
hal menarik yang aku dapatkan setiap kali aku mengikuti kuliah beliau. Beberapa
diantaranya yang aku dapatkan pada kesempatan kali ini adalah tentang kata
kunci dalam mata kuliah fenomenologi (falsatu al mahiyah). Aliran yang
diprakarsai oleh (aku lupa), merupakan titik tolak dari munculnya aliran
eksistensialisme.
Fenomenologi
ini lebih menekankan pada kesadaran intuitif. Diantara kata kunci aliran ini
adalah intensionalitas, epoche dan lebenswelt. Cirri utama aliran ini adalah
yang disebut epoche (menunda keputusan/kesimpulan). Aliran ini berbeda halnya
dengan pengetahuan menurut Kant yang menekankan pada prediksi-prediksi dan
terburu-buru dalam mengambil kesimpulan.
Dalam
tema yang lain, beliau sedikit menjelaskan tentang pendapat seorang liberal.
Beliau menceritakan kisah ikan di laut yang dia merasa belum melihat air,
padahal dia sendiri ada di dalam air. Kemudian setelah berapa lama dia mencari
air sampai tiba di pesisir pantai tanpa diduga sebelumnya dia terbawa oleh
ombak dan terlempar ke daratan. Dengan kejadian itu tanpa disadari dia baru tau
bahwa dia dapat melihat air ketika dia keluar dari air.
Cerita
ini tidak jauh berbeda dengan seseorang liberal yang mengatakan bahwa untuk menjadi seorang yang
menguasai ilmu agama tidaklah perlu untuk beragama karena menurutnya untuk dapat mengusai
pertandingan tidak perlu perlu menjadi seorang pemain tapi cukup menjadi wasit.
Ini merupaka pemikiran menyimpang yang wajib
untuk diluruskan. Mungkin ini yang dapat aku tulis di hari ini. Semoga hari
esok akan lebih baik lagi. (Saturday, march, 27,
2010)
[1]
Berkesesuaian dengan nalar (tidak bertentangan secara rasio/logika)
[2]
Berkesuaian antara fakta dan data
Untuk
ketiga kalinya aku belajar bersama dosen yang cukup banyak mempengaruhi gaya
berpikir filsafatku. Sebelumnya, aku pernah diajar oleh beliau dalam mata kuliah
logika formal dan filsafat ilmu. Kedua macam disiplin ilmu ini memberikan
banyak hal dalam pola dan setting pemikiranku. Tentunya lebih disebabkan karena
kedua mata kuliah ini dipegang oleh seorang ahli yang memang kemampuannya sudah
tidak diragukan lagi. Dosen asli cetakan Indonesia ini ternyata memiliki
kapasitas yang cukup mumpuni tidak kalah dengan alumni luar negeri lainnya.
Dalam
mata kuliah logika formal, beliau memberikan pegangan atau semacam materi
panduan yang berupa makalah. Tentunya makalah tersebut sangat berhubungan erat
dengan materi yang diajarkan. Makalah yang pernah dipublikasikan ini dijadikan
handout bagi para mahasiswa. Walaupun masih tergolong sederhana karena hanya
berjumlah beberapa halaman saja, namun banyak hal yang aku dapatkan dari sana.
Diantaranya tentang premis mayor (muqaddimah kubra), premis minor (muqaddimah
shughra) dan juga silogisme (al-istintaj). Selain makalah ini, ada juga satu
makalah lain yang menjelaskan metode berpikir dalam islam yang disebut nalar
burhani, bayani dan ‘irfani.
Kesemuanya
itu dijelaskan secara gamblang oleh beliau. Padahal yang sebelumnya ilmu logika
dianggap sebagai ilmu yang sulit dan butuh pemikiran yang mendalam tapi bagi
beliau tidak demikian. Disiplin ilmu seperti ini bagi beliau seperti memahami
cerita dalam sebuah novel.
Sedangkan
mata kuliah yang kedua yaitu filsafat ilmu. Dalam mata kuliah ini, yang
dijadikan handout (materi panduan) adalah buku yang ditulis oleh beliau
sendiri. Konon, buku ini pernah mendapat penghargaan dari pemerintah. Jika
dilihat dari cetakan, mungkin hal itu benar adanya. Karena buku yang satu ini
merupakan buku yang telah dicetak ulang sampai ke yang lima kali. Sungguh karya
yang pantas mendapatkan acungan jempol. Buku ini merupakan buku kedua beliau
setelah karya yang pertamanya berjudul Islamic religious. Buku yang satu ini
mendapat apresiasi positif dari peneliti asal Belanda. Bahkan sampai
diterjemahkan ke dalam bahasa mereka. Alhamdulillah kedua buku tersebut
sekarang sudah aku miliki.
Ada
kisah menarik sewaktu aku mendapatkan buku karya beliau yang kedua ini
‘filsafat ilmu….’, buku yang sudah sampai lima edisi ini aku dapatkan dengan
cukup perjuangan. Demi mendapatkan buku ini yang kebetulan waktu itu merupakan
buku wajib yang menjadi panduan mata kuliah, aku rela menukarnya dengan baju
takwa yang baru kurang lebih satu minggu aku pake. Buku yang harganya hanya 39
ribu itu harus rela aku tukar denga baju muslim yang harganya lebih mahal yaitu
50 ribu. Padahal baju itu merupakan baju organisasi ketika aku diberi tanggung
jawab menjadi staff CIOS.
Tapi
tidak mengapa, karena dari buku ini aku mendapat banyak pengetahuan-pengetahuan
baru khususnya dalam bidang filsafat ilmu, mulai dari positivisme logis Auguste
Comte, Falsifikasi Karl Poper, Verifikasi (Vienna Circle), Paradigma (Thomas
S.Kuhn), metode tafsir hermeneutika dan lain sebagainya. Yang lebih luar biasa
lagi, buku ini telah aku baca dari halaman awal sampai akhir, bahkan tak jarang
aku sering berulang kali membacanya terutama bagian-bagian yang dianggap
penting. Aku beruntung dapat belajar bersama beliau. Semoga apa-apa yang aku
dapatkan dari kedua mata kuliah ini bisa menjadi bekalku di masa mendatang.
Sekarang
di semester ini beliau kembali mengajarku. Tapi tentunya dengan mata kuliah
yang berbeda. Kali ini beliau mengajar mata kuliah fenomenologi agama. Sebagai
pengantar pertemuan yang pertama, beliau mengungkapkan sendiri tentang kurang
menguasainya terhadap mata kuliah ini. Karena memang mata kuliah ini merupakan
mata kuliah yang sebenarnya dikhusukan kepada jurusan perbandingan agama bukan
ranah aqidah maupun filsafat.
Tapi
bagi beliau, apapun jenis ilmunya, disebabkan karean penguasaannya terhadap
filsafat ilmu, maka beliau sudah tau betul karakterisitik mata kuliah yang satu
ini. Dalam muqaddimahnya, beliau menjelaskan bahwa fenomenologi agama merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari tentang gejala/fenomena keagamaan yang muncul. Sebagai
contoh seperti acara-acara ritual keagamaan yang berlangsung di masyarakat
semisal tahlilan, larung saji, musabaqah tilawatil Qur’an dsb. Menurut beliau dalam fenomenologi agama tidak
ada yang namanya penghakiman ataupun istilah mengadili. Karena ilmu ini
juga merupakan ilmu yang digunakan sebagai cara pendekatan terhadap
sikap/gejala agama bukan dogma/doctrin ataupun kitab suci/scripture. Ilmu ini
melihat agama dari pemeluknya bukan dari ajarannya atau doktrinnya.
Sepertinya
satu jam pelajaran itu terasa kurang jika beliau yang menjadi pengajarnya. Gaya
bicanya yang cukup santai dan meyakinkan serta analogi beliau yang sangat masuk
akal membuat mahasiswa terbawa ke dalam lautan ilmu yang tak bertepi. Dalam
akhir mata kuliah ini, beliau menjelaskan tentang teori dan realitas. Menurutnya teori merupakan
hasil kerja para scientist yang terbentuk dari penelitian-penelitian tentang
realitas. Oleh karena itu teori
bersifat terbatas. Dikatakan demikian karena teori sangat bergantung pada realitas.
Setelah cukup lama menjelaskan. Sebelum penutup, beliau pun tidak lupa
membacakan absen dan tidak lupa pula member tugas. Untuk tugas kali ini yaitu
mencari buku karya Komaruddin Hidayat yang berjudul filsafat perennial dan kedua
buku karya Anis Malik Toha yang berjudul Tren Pluralisme Agama.
Setelah
mata kuliah berakhir aku langsung kembali ke asrama. Pada kesempatan siang ini,
aku membaca sebuah jurnal terbitan paramadina. Ada satu hal menarik dalam jurnal
ini; yaitu makalah yang menyatakan bahwa sebuah symbol tidaklah menunjukkan apa yang ada dalam
dirinya tapi menunjukkan apa yang di luar dirinya dan symbol Tuhan bukan
menunjukkan pada Tuhan tapi yang menunjukkan Tuhan.
Mungkin
ini dulu yang dapat aku tulis untuk hari ini, semoga bermanfaat. Dan terus
semangat. (Saturday, March, 20, 2010)
No comments:
Post a Comment