Wednesday, 10 October 2012

Catatan Kuliah Fenomenologi Agama


Aku lalui dua hari kemarin tanpa kegiatan menulis. Padahal, ada beberapa hal menarik yang seharusnya aku tuangkan dalam tulisan. Tapi mungkin karena factor kemalasan atau karena kurang mood jadi kegiatan menulis aku tunda selama dua hari tersebut. Hal itu berimplikasi pada beberapa kegiatanku yang tak terekam dalam tulisan dan sekarang ini bahkan sudah terlupakan. Hanya bebrapa yang masih terngiang dalam pikiran seperti penulisan latar belakan proposal skripsi, pengajuan kepada musyrif dan juga kajian yang bertemakan INDIGO (Indonesia Digital Community) dengan pembicara dari staff ISID. Aku tidak boleh terus-terusan membiarkan hari-hariku tanpa menulis. Jika hal ini terjadi tentunya berakibat pada kebiasan yang tak terkendalikan dan membunuh bakat menulisku.
            Di hari sabtu ini, jadwal kuliahku adalah sosiologi agama dan fenomenologi agama. Kedua mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang sebenarnya untuk kawasan prodi Perbandingan Agama. Akan tetapi mungkin karena ini dianggap penting bagi prodi Aqidah Filsafat jadi kedua mata kuliah ini juga dianjurkan untuk dipelajari oleh prodi Aqidah Filsafat.
            Kedua mata kuliah tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan mata kuliah yang telah aku pelajari sebelumnya (di semester 4 dan 5) seperti antropologi agama, psikologi agama dan filsafat agama. Semua mata kuliah seperti menjadikan agama sebagai objek material dan kata yang tersebut sebelum kata agama menjadi objek formalnya. Di dalam disiplin ilmu-ilmu ini, tidak ada unsure-unsur penghakiman/pengadilan begitu juga dengan dogma-dogma agama. Semuanya dilihat berdasarkan data dan fakta.
            Objek suatu ilmu harus bersifat konkrit, tidak boleh sebaliknya (abstrak). Seperti misalnya Tuhan atau pemikiran ketuhanan, kedua term ini tidak dapat dijadikan suatu penelitian karena keduanya merupakan sesuatu yang abstrak/metafisik. Persyaratan agar keduanya dapat dijadikan sebagai suatu penelitian adalah dengan mengkonkritkannya dengan tokoh tertentu. Hal tersebut dimaksudkan agar ada dua variable yang dapat dijadikan penelitian dengan menggunakan teori tertentu.
            Karena suatu penelitian dianggap benar apabila penelitian tersebut menggunakan teori. Penggunaan teori tersebut dimaksudkan agar peneliti yang lain juga berkesempatan untuk melakukan penelitian yang sama. Jika suatu penelitian mengabaikan dan tidak menggunakan teori maka penelitian tersebut dianggap batal. Disebabkan teori yang digunakan tidak mengandung dua criteria kebenaran yaitu makna koherensi[1] dan korespondensi[2]. (sedikit pemaparan dari dosen)
Ponorogo
Surabaya
Bus/ motor dll
Lewat jalur utara atau selatan
Teori
            Menurut dosen sosiologi agama (Happy Susanto-kandidat doctor dalam jurusan perbandingan agama), dalam melakukan sebuah penelitian, sebagai contoh menulis skripsi, seseorang tidak usah terlalu merasa dibingungkan. Karena pada sejatinya penulisan skripsi yang merupakan salah satu dari bentuk penelitian bersifat sederhana. Sebagai analogi beliau menceritakan sebagaimana orang yang mau berpergian ke Surabaya. Untuk menuju ke Surabaya dibutuhkan sebuah cara/teori dalam hal ini sarana transportasi. Tanpa melalui sarana transportasi/teori ini, seorang peneliti tidak akan sampai ke tempat yang di tuju/Surabaya. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan seperti berikut ini






Berbeda teori maka akan berbeda hasil. Oleh karena itu teori merupakan aspek penting dalam penelitian tidak terkecuali penulisan skripsi.
Sedangkan kaitannya dengan sosiologi agama, di sini agama dilihat atau dipandang dari segi social. Bagaimana sikap masyarakat terhadap agama. Jadi yang diteliti bukan agamanya akan tetapi sikap masyarakat terhadap agama itu sendiri. Oleh karena itu banyak diketemukan teori yang menyatakan akan keterpengaruhan masyarakat oleh agama ataupun sebaliknya.
Sekarang aku ingin mendeskripsikan apa yang aku dapatkan di hari ini dalam mata kuliah fenomenologi agama yang diampu oleh Muhammad Muslih, MA (kandidat doctor di bidang pemikiran islam). Dosen yang satu ini bisa dikatakan penulis aktif. Karena banyak sekali karya yang telah ditulisnya baik berupa buku maupun artikel/makalah. Buku yang beliau tulis setauku diantaranya, religious studies, filsafat umum dan filsafat ilmu. Buku yang pertama sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda sedangkan buku yang disebutkan terakhir mendapat penghargaan oleh pemerintah dan sekarang sudah sampai pada cetakan ke5. Sungguh prestasi yang luar biasa.
Banyak hal menarik yang aku dapatkan setiap kali aku mengikuti kuliah beliau. Beberapa diantaranya yang aku dapatkan pada kesempatan kali ini adalah tentang kata kunci dalam mata kuliah fenomenologi (falsatu al mahiyah). Aliran yang diprakarsai oleh (aku lupa), merupakan titik tolak dari munculnya aliran eksistensialisme.
Fenomenologi ini lebih menekankan pada kesadaran intuitif. Diantara kata kunci aliran ini adalah intensionalitas, epoche dan lebenswelt. Cirri utama aliran ini adalah yang disebut epoche (menunda keputusan/kesimpulan). Aliran ini berbeda halnya dengan pengetahuan menurut Kant yang menekankan pada prediksi-prediksi dan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan.
Dalam tema yang lain, beliau sedikit menjelaskan tentang pendapat seorang liberal. Beliau menceritakan kisah ikan di laut yang dia merasa belum melihat air, padahal dia sendiri ada di dalam air. Kemudian setelah berapa lama dia mencari air sampai tiba di pesisir pantai tanpa diduga sebelumnya dia terbawa oleh ombak dan terlempar ke daratan. Dengan kejadian itu tanpa disadari dia baru tau bahwa dia dapat melihat air ketika dia keluar dari air.
Cerita ini tidak jauh berbeda dengan seseorang liberal yang mengatakan bahwa untuk menjadi seorang yang menguasai ilmu agama tidaklah perlu untuk beragama karena menurutnya untuk dapat mengusai pertandingan tidak perlu perlu menjadi seorang pemain tapi cukup menjadi wasit.
Ini merupaka pemikiran menyimpang yang wajib untuk diluruskan. Mungkin ini yang dapat aku tulis di hari ini. Semoga hari esok akan lebih baik lagi. (Saturday, march, 27, 2010)
 


[1] Berkesesuaian dengan nalar (tidak bertentangan secara rasio/logika)
[2] Berkesuaian antara fakta dan data


Untuk ketiga kalinya aku belajar bersama dosen yang cukup banyak mempengaruhi gaya berpikir filsafatku. Sebelumnya, aku pernah diajar oleh beliau dalam mata kuliah logika formal dan filsafat ilmu. Kedua macam disiplin ilmu ini memberikan banyak hal dalam pola dan setting pemikiranku. Tentunya lebih disebabkan karena kedua mata kuliah ini dipegang oleh seorang ahli yang memang kemampuannya sudah tidak diragukan lagi. Dosen asli cetakan Indonesia ini ternyata memiliki kapasitas yang cukup mumpuni tidak kalah dengan alumni luar negeri lainnya.
Dalam mata kuliah logika formal, beliau memberikan pegangan atau semacam materi panduan yang berupa makalah. Tentunya makalah tersebut sangat berhubungan erat dengan materi yang diajarkan. Makalah yang pernah dipublikasikan ini dijadikan handout bagi para mahasiswa. Walaupun masih tergolong sederhana karena hanya berjumlah beberapa halaman saja, namun banyak hal yang aku dapatkan dari sana. Diantaranya tentang premis mayor (muqaddimah kubra), premis minor (muqaddimah shughra) dan juga silogisme (al-istintaj). Selain makalah ini, ada juga satu makalah lain yang menjelaskan metode berpikir dalam islam yang disebut nalar burhani, bayani dan ‘irfani.
Kesemuanya itu dijelaskan secara gamblang oleh beliau. Padahal yang sebelumnya ilmu logika dianggap sebagai ilmu yang sulit dan butuh pemikiran yang mendalam tapi bagi beliau tidak demikian. Disiplin ilmu seperti ini bagi beliau seperti memahami cerita dalam sebuah novel.
Sedangkan mata kuliah yang kedua yaitu filsafat ilmu. Dalam mata kuliah ini, yang dijadikan handout (materi panduan) adalah buku yang ditulis oleh beliau sendiri. Konon, buku ini pernah mendapat penghargaan dari pemerintah. Jika dilihat dari cetakan, mungkin hal itu benar adanya. Karena buku yang satu ini merupakan buku yang telah dicetak ulang sampai ke yang lima kali. Sungguh karya yang pantas mendapatkan acungan jempol. Buku ini merupakan buku kedua beliau setelah karya yang pertamanya berjudul Islamic religious. Buku yang satu ini mendapat apresiasi positif dari peneliti asal Belanda. Bahkan sampai diterjemahkan ke dalam bahasa mereka. Alhamdulillah kedua buku tersebut sekarang sudah aku miliki.
Ada kisah menarik sewaktu aku mendapatkan buku karya beliau yang kedua ini ‘filsafat ilmu….’, buku yang sudah sampai lima edisi ini aku dapatkan dengan cukup perjuangan. Demi mendapatkan buku ini yang kebetulan waktu itu merupakan buku wajib yang menjadi panduan mata kuliah, aku rela menukarnya dengan baju takwa yang baru kurang lebih satu minggu aku pake. Buku yang harganya hanya 39 ribu itu harus rela aku tukar denga baju muslim yang harganya lebih mahal yaitu 50 ribu. Padahal baju itu merupakan baju organisasi ketika aku diberi tanggung jawab menjadi staff CIOS.
Tapi tidak mengapa, karena dari buku ini aku mendapat banyak pengetahuan-pengetahuan baru khususnya dalam bidang filsafat ilmu, mulai dari positivisme logis Auguste Comte, Falsifikasi Karl Poper, Verifikasi (Vienna Circle), Paradigma (Thomas S.Kuhn), metode tafsir hermeneutika dan lain sebagainya. Yang lebih luar biasa lagi, buku ini telah aku baca dari halaman awal sampai akhir, bahkan tak jarang aku sering berulang kali membacanya terutama bagian-bagian yang dianggap penting. Aku beruntung dapat belajar bersama beliau. Semoga apa-apa yang aku dapatkan dari kedua mata kuliah ini bisa menjadi bekalku di masa mendatang.
Sekarang di semester ini beliau kembali mengajarku. Tapi tentunya dengan mata kuliah yang berbeda. Kali ini beliau mengajar mata kuliah fenomenologi agama. Sebagai pengantar pertemuan yang pertama, beliau mengungkapkan sendiri tentang kurang menguasainya terhadap mata kuliah ini. Karena memang mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang sebenarnya dikhusukan kepada jurusan perbandingan agama bukan ranah aqidah maupun filsafat.
Tapi bagi beliau, apapun jenis ilmunya, disebabkan karean penguasaannya terhadap filsafat ilmu, maka beliau sudah tau betul karakterisitik mata kuliah yang satu ini. Dalam muqaddimahnya, beliau menjelaskan bahwa fenomenologi agama merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang gejala/fenomena keagamaan yang muncul. Sebagai contoh seperti acara-acara ritual keagamaan yang berlangsung di masyarakat semisal tahlilan, larung saji, musabaqah tilawatil Qur’an dsb. Menurut beliau dalam fenomenologi agama tidak ada yang namanya penghakiman ataupun istilah mengadili. Karena ilmu ini juga merupakan ilmu yang digunakan sebagai cara pendekatan terhadap sikap/gejala agama bukan dogma/doctrin ataupun kitab suci/scripture. Ilmu ini melihat agama dari pemeluknya bukan dari ajarannya atau doktrinnya.
Sepertinya satu jam pelajaran itu terasa kurang jika beliau yang menjadi pengajarnya. Gaya bicanya yang cukup santai dan meyakinkan serta analogi beliau yang sangat masuk akal membuat mahasiswa terbawa ke dalam lautan ilmu yang tak bertepi. Dalam akhir mata kuliah ini, beliau menjelaskan tentang teori dan realitas. Menurutnya teori merupakan hasil kerja para scientist yang terbentuk dari penelitian-penelitian tentang realitas. Oleh karena itu teori bersifat terbatas. Dikatakan demikian karena teori sangat bergantung pada realitas. Setelah cukup lama menjelaskan. Sebelum penutup, beliau pun tidak lupa membacakan absen dan tidak lupa pula member tugas. Untuk tugas kali ini yaitu mencari buku karya Komaruddin Hidayat yang berjudul filsafat perennial dan kedua buku karya Anis Malik Toha yang berjudul Tren Pluralisme Agama.
Setelah mata kuliah berakhir aku langsung kembali ke asrama. Pada kesempatan siang ini, aku membaca sebuah jurnal terbitan paramadina. Ada satu hal menarik dalam jurnal ini; yaitu makalah yang menyatakan bahwa sebuah symbol tidaklah menunjukkan apa yang ada dalam dirinya tapi menunjukkan apa yang di luar dirinya dan symbol Tuhan bukan menunjukkan pada Tuhan tapi yang menunjukkan Tuhan.
Mungkin ini dulu yang dapat aku tulis untuk hari ini, semoga bermanfaat. Dan terus semangat. (Saturday, March, 20, 2010)

No comments: