Wednesday, 10 October 2012

Renungan Malam Nuzulul Qur'an 2010


Inilah malam nuzul al-Qur’an. Malam ini merupakan malam special bagi seluruh kaum muslimin di seantero jagad. Karena di malam ini al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT ke lauh makhfudz. Bersamaan dengan itu, di malam ini juga aku dilahirkan ke muka bumi. Kurang lebih 23 Tahun yang lalu aku dilahirkan tepat di malam nuzul al-Qur’an ini. Di hati kecil ini sedikit mengganjal pertanyaan; ada apa di balik malam ini? Kenapa aku dilahirkan bertepatan dengan malam yang mulia ini? Apakah ini hanya sekedar kebetulan? Atau memang ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya?
Jika aku menelusuri perjalanan hidupku selama ini, memang aku temukan beberapa hal yang mungkin itu bisa dikatakan kelebihan. Kenapa aku dilahirkan di baseh gunung? Kenapa aku diberi kesempatan untuk belajar di Gontor? Kenapa aku diberi sedikit pengetahuan tentang agama? Dan kenapa ketika itu, kurang lebih 7 tahun yang lalu tepatnya tahun 2003 tidak aku saja yang meninggal dalam kecelakaan? Bukankah aku tiga bersaudara yang apabila dikurangi satu maka orang tuaku masih punya dua lagi? Sementara temanku yang meninggal itu adalah anak tunggal? Kenapa? Ada apa dibalik semua ini? Apa memang Allah melebihkan kehidupanku di banding orang lain disekitarku?
Sekarang usiaku sudah tidak muda lagi. Tapi sampai saat ini aku masih membebani kedua orang tuaku dan keluargaku. Di hati kecil sebenarnya ada perasaan malu. Karena kalau melihat teman sejawatku bahkan ada dari mereka yang usianya lebih muda dariku sudah bisa menghasilkan materi. Sementara aku belum bisa menghasilkan itu. Aku masih menjadi beban dan banyak orang yang terbebani karena aku. Dalam perenungan sering terlintas pertanyaan: sampai kapan semua ini berakhir? Sampai kapan aku bisa berpenghasilan? Pertanyaan yang seperti ini kadang membuatku putus asa bahkan merasa menyerah dalam keadaan saat ini “mencari ilmu”.
Ya aku sadar inilah jalan hidupku. Setiap orang mempunyai jalan hidupnya masing-masing. Tidak ada seorangpun yang hidup di dunia ini senang selamanya, tidak pula sedih selamanaya. Tapi bagaimana agar ketika senang dan sedih, aku bisa merasa tetap bahagia. Pertanyaan yang menggelitik ini tentu jawabannya adalah harus dengan ilmu. Kemudian pertanyaan berikutnya, ilmu yang semacam apakah yang bisa membuat hal itu terwujud? Di manakah harus mendapatkannya? Di sekolah kah? Di kuliah kah? atau menunggu hidayah dan pemberian dari Tuhan?
Tentunya semua itu harus dengan berusaha. Tidak boleh aku menyalahkan taqdir. Karena taqdir itu datangnya dari Allah dan Allah tidak akan mungkin mendzalimi hambaNya. Untuk itu tugasku sekarang adalah dengan terus berusahan serta berhusnu dzan kepada Allah. Allah punya rencana lain yang itu tentunya kebaikan buat hambaNya. 

No comments: